Kekuatan Politik Menjelang Pemilukada

(Studi Pemilukada Kota Tasikmalaya 2012)
Oleh : Subhan Agung[1]


Pengantar
Studi tentang pemetaan kekuatan politik dalam Pemilukada salah satunya memiliki manfaat untuk melihat prospek kemenangan satu calon tertentu. Selain itu juga mampu menjadi bahan studi literatur dalam “meramalkan” secara ilmiah kecenderungan kemenangan calon tertentu. Banyak cara yang dilakukan untuk memetakannya termasuk melalui survei elektabilitas dan popularitas calon, kekuatan mesin Parpol, keberpihakan dan ekspos media, basis massa dan ketokohan (kharisma), dan faktor lain yang dalam hal tertentu menjadikan perilaku pemilih sulit ditebak secara akurat (mutlak).

Banyak teori yang menjadi frame dalam memetakan kekuatan politik di suatu komunitas atau wilayah tertentu. Salah satu teori yang dimaksud tersebut adalah bahwa kekuatan politik calon sangat dipengaruhi oleh : pertama, political behavior condition, yaitu kekuatan politik seorang calon atau elit politik sangat ditentukan oleh perilaku politik yang bersifat aktual (actually political behavior) yang didalamnya mencakup daily politics (partisipasi politik terkini) dan momentum, yang di dalamnya terdiri dari voting behavior dan voting turn out (kecenderungan menurunnya partisipasi). Selain yang bersifat aktual, juga sangat ditentukan oleh perilaku non-aktual yang didalamnya termasuk budaya politik masyarakat yang bersangkutan dan pembentukan opini publik dalam jangka waktu lama lewat media (Newton dan Deth, 2005:126).

Kedua, popularitas, kharisma dan wibawa calon yang bersangkutan. Faktor inipun tidak bisa dikesampingkan dalam melihat kekuatan seorang calon dalam Pemilukada. Dalam dataran tertentu bahkan seorang calon yang memiliki popularitas baik dapat mengalhkan kekuatan mesin Parpol. Dalam konsep penelitian ini popolaritas disatukan dengan kharisma dan wibawa dikarenakan kharisma dan wibawa (baik yang berasal dari sumber formal dan informal) akan efektif jika keberadaan calon yang bersangkutan dikenal sebagai seorang yang kharismatik dan berwibawa. Pemimpin yang populer menurut Koentjaraningrat (1980:195) adalah pemimpin yang dikenal masyarakat sebagai aktor yang memiliki sifat-sifat yang disenangi dan dicita-citakan oleh banyak orang (konstituen).

Ketiga, ekspos dan keberpihakan media. Manfaat pemilih yang didapatkan dari ekspos media dalam konteks pengenalan calon sehingga berpengaruh terhadap kekuatan suatu calon adalah terbentuknya isu politik yang didapat dari info, baik converting (berfungsi merubah persepsi pemilih) atau re-inforcing (menguatkan pilihan sebelumnya). Informasi-informasi media (baik isu, kandidat, atau traits personality of candidat) dapat memperngaruhi kesadaran (awareness) seseorang dalam menentukan pilihan (Newton dan Deth, 2005:128).

Keempat, mesin Parpol yang mengusung calon yang bersangkutan. Tentang hal ini sudah tidak diragukan lagi kebenarannya, walaupun tidak mutlak, namun kemenangan calon sangat dipengaruhi oleh komitmen dari konstituennya untuk secara ideologis memilih calon yang diusung oleh yang bersangkutan. Salah satu contoh bukti tentang hal ini adalah kemenangan Partai Dominan PPP di Kabupaten Tasikmalaya yang mengusung kadernya UU Ruzhanul ‘Ulum sebagai bupati. Kelima, basis masa ideologis yang bersangkutan sebagai modal sosial aktivitas kemasyarakatan yang ia jalani selama ini. Misalnya aktivis Ormas, LSM, atau organisasi lainnya yang memiliki anggota atau simpatisan tersebar di mana-mana.

Kekuatan Politik Calon dan Kecenderungan Perilaku Pemilih Kota
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa kekuatan politik sangat dipengaruhi oleh perilaku pemilih konstituennya. Perilaku pemilih dapat berubah dalam sekejap (aktual) dan dapat pula membutuhkan waktu (non-aktual). Perubahan yang aktual sangat dipengaruhi oleh kekuatan promosi dalam bentuk kampanye dan pengenalan visi-misi (banner, spanduk, baligho), pemberitaan media, dan program-program populis lainnya. Selama ini tim Koalisi Masyarakat Madani (KMM) yang digawangi oleh partai dominan semisal Partai Persatuan Pembangunan sejak awal (1,5 tahun) menjelang Pemilukada merupakan kelompok yang paling semangat dan gencar dalam sosialisasi melalui media tersebut. Sejak Bulan Agustus 2011 lalu pengenalan visi misi calonnya H. Budi Budiman bertebaran di Kota Tasikmalaya.

Selain calon tersebut juga terdapat calon lainnya yang juga incumbent, H. Syarif Hidayat yang memasang banyak spanduk, baligho yang mengenalkan program lanjutan, prestasi yang selama ini diraih sehingga menghasilkan berbagai penghargaan dari Presiden RI. Calon ini memang tidak secara langsung memasang kampanye visi-misinya secara terbuka, namun lewat iklan layanan masyarakat seperti himbauan dan pesan untuk warga masyarakat Tasikmalaya. Selain calon-calon tersebut juga terdapat calon-calon lainnya seperti Heri Hendriyana dari PAN, Noves Narayana dari Golkar, Dede Sudrajat, D. Romdoni dan lainnya yang jumlahnya tidak semasif kedua calon di atas.

Selain pengenalan-pengenalan lewat banner, baligo, dan sejenisnya diantara beberapa calon juga melakukan pengenalan lewat media maya (internet). Bakal calon H. Budi Budiman misalnya membuka web site pribadinya dan media facebook fun page, khusus untuk memasifkan program dan pengenalan kepada masyarakatnya. Calon calon lain juga sama semisal H. Dede Sudrajat, MP yang secara khusus membuat situs pribadinya[2].

Secara teoritis calon pemilih harian akan berubah-ubah tergantung seberapa gencar pengenalan yang dilakukan oleh calon dan tim suksesnya. Dari sisi ini Budi Budiman memiliki kecenderungan paling massif dalam upaya pengenalan visi misinya kepada masyarat dalam berbagai media. Baik pengenalan secara langsung, maupun pengenalan secara langsung lewat media-media banner, spanduk, koran dan internet.

Pendapat serupa juga disebutkan oleh Ramdani, anggota Desk Pilkada “pentolan” Koalisi Masyarakat Madani (KMM)[3] yang menganggap bahwa timnya sangat gencar dalam upaya pengenalan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kalau dilihat dari hal ini, kemungkinan besar akan mempengaruhi perilku pemilih target yang selama ini kurang mengenal figur H. Budi Budiman.

Memang jika dilihat dari massifikasi visi misi dan kepribadian dan data-data yang diambil secara puposive dan data-data media secara jelas terlihat main-stream kekuatan yang relatif berimbang antara tiga kekuatan dominan yang nantinya akan bersaing yakni Syarif Hidayat sebagai incumbent, Budi Budiman dan Dede Sudrajat. Namun konstelasi berubah di akhir Februari 2012 kemarin karena ternyata Dede Sudrajat “merapat” kepada Budi Budiman, sebagai calon wakil wali kota.

Kekuatan Popularitas dan Kharismatik Calon
Popularitas yang dipahami dalam tulisan ini adalah pengetahuan masyarakat akan calon tertentu dan kelebihannya yang membuat figur tersebut memiliki potensi untuk disukai dan cita-citakan oleh pemilih. Diantara bakal calon-bakal calon yang muncul terdapat tokoh-tokoh lama yang “bersemi” lagi. Selain calon lama, Pemilukada juga semakin dinamis dengan munculnya nama-nama baru yang akan ikut bertarung dalam pemilukada tahun 2012. Nama- nama baru tersebut antara lain; H. Heri Hendriyana (PAN), Ust. Heri Ahmadi (PKS), Deni Romdoni (PDIP), nama-nama baru tersebut memiliki tingkat popularitas yang rendah jika dibanding dengan nama-nama lama yang pernah bersaing di Pilkada tahun 2007 lalu.

Koalisi yang sudah terbangun yaitu Partai PPP, PBR, PBB dan PAN (?) sudah mengusung H. Budi Budiman untuk Cawalkot, untuk calon Wali kota kemungkinan terbesar adalah Dede Sudrajat, MP setelah adanya keputusan tokoh ini untuk “merapat” ke Budi. Pengusungan nama calon walikota seperti ; H. Budi Budiman, H. Syarif Hidayat, H. Wahyu, H. Dede Sudrajat, H. Noves dan H. Bubun, nama-nama tersebut adalah nama calon walikota/wakil walikota tahun 2007, sehingga calon-calon tersebut adalah pemain lama yang diusung kembali oleh partainya atau oleh gabungan partai.

“Pemain lama” ini disisi lain memiliki kelebihan bahwa mereka lehih populer, dan jika mereka memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik tentu saja akan diingat dan disukai oleh calon pemilih. Namun disisi lain calon lama ini  tidak memberikan perspektif politik baru, mengingat masyarakat kota Tasikmalaya sudah faham betul akan reputasi, latar belakang, kualitas, kapasitas dan tingkat elektabilitasnya.

Menurut salah satu informan dari Koalisi Peduli Umat (Dede Abdul Karim) mengatakan bahwa kalau yang dimaksud dengan popularitas tersebut adalah keterkenalan calon yang bersangkutan di mata masyarakat maka jawabannya kemungkinan besar adalah calon lama semisal Budi Budiman, Syarief, Dede, Noves, H. Wahyu. Namun hal tersebut juga bukan jaminan, karena belum tentu calon baru juga tidak populer di mata masyarakat. Calon-calon baru yang muncul saat ini mungkin saja populer jika pengenalannya baik. Tapi fakta di Kota Tasikmalaya popularitas mereka kurang, sehingga mereka juga tidak berani mencalonkan diri sebagai wali kota, sebagian calon baru yang muncul lebih bersiap menjadi “pendamping” calon lama. Contohnya Deni Romdoni, Heri Hendriyana, dan Heri Ahmadi dari PKS.

Ukuran yang sedikitnya mendekati valid untuk meliha tingkat popularitas pemimpin adat hasil survai lembaga terpercaya dan kompeten. Dengan metode yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang mendekati kebenaran dengan rata-rata margin error kecil. Menurut Dede Abdul Karim, survey mengenai popularitas calon pernah dilakukan oleh dua institusi survey ternama di Indonesia yaitu Lingkaran Survai Indonesia dan Lingkar Survai Indonesia. Kesimpulan kedua LSI yang berbeda pimpinan tersebut memiliki sedikit perbedaan. Walaupun keduanya berbeda tipis dalam prosentase popularitas, yakni yang satu berkesimpulan H. Budi sedikit lebih populer dibanding H. Syarif, di sisi lain H. Syarif lebih unggul tipis atas H. Budi. Namun yang pasti keduanya merupakan dua kekuatan dominan calon wali kota paling populer dalam survey tersebut.

Hasil survey tersebut memang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, namun ketika berbicara perilaku pemilih, hal tersebut menjadi serba belum pasti. Karena seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan tentang perilaku pemilih masyarakat, dalam waktu sekejap mereka dapat berubah fikiran lewat faktor tertentu. Namun sebagai pemetaan sah-sah saja kemudian dari beberapa informasi koran (Radar Tasikmalaya)[4], informasi dari informan utama dan pembanding menemukan main-stream kekuatan calon wali kota yang paling populer sampai saat ini dipegang oleh dua kekuatan besar, yakni : Budi Budiman dan Syarief Hidayat. Kekuatan Budi-Budiman bahkan diprediksikan bertambah besar setelah di akhir Februari 2012 kemarin menyatakan berbagung dengan Koalisi Masyarakat Madani (KMM) dan akan mendampingi H. Budi Budiman.

Sedangkan mengenai kharismatika atau pemimpin dengan sumber wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus ini melekat pada seseorang dan bersifat given, dalam arti pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan mitos (taklid), karena pada dasarnya mereka menganggap bahwa sumber dari kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia pada umumnya (Weber dalam Robbins, 1996:16). Kharimatik oleh karena itu biasanya cenderung diturunkan dari ayah atau ibu yang sebelumnya dianggap kharismatik. Oleh karena itu kharismatik akan sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di daerah tersebut. Contoh nyata tentang hal ini adalah kemenangan mutlak Tuan Guru Abdul Madjdi Bajang atas Lalu Serinata, incumbent dari Partai Berkuasa, Partai Golkar. Tuan Guru merupakan pemimpin Nahdatul Watan berusia muda keturunan tokoh kharismatik pendiri Nadhatul Watan di Nusa Tenggara Barat.

Dalam konteks Tasikmalaya yang basis kulturalnya Nadhatul ‘Ulama dan pesantren tentunya tokoh-tokoh yang memiliki keturunan “darah biru” dari institusi tersebut memiliki peluang yang sangat besar. Kemenangan UU Ruzhanul Ulum dalam pemilihan bupati Tasikmalaya 2010 silam boleh jadi memiliki hubungan erat dengan kharisma ayah dan terutama kakek beliau yang merupakan ulama paling berpengaruh di Tasikmalaya. Dari sisi ini beberapa tokoh memiliki modal sosial yang terkait dengan hal ini semisal Noves yang “darah biru” karena merupakan anak dari H. Adang Roosman, tokoh masyarakat Tasikmalaya, mantan bupati yang sangat disegani dan kharismatik.

Ekspos dan Keberpihakan Media
Seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan frame penelitian sebelumnya, bahwa informasi media tentang calon akan perlahan atau cepat mampu menguasai kesadaran (awareness) dari calon pemilih. Informasi tersebut dapat mengubah (converting) keputusan voting behavior seseorang atau menguatkan pilihan sebelumnya (reinforcing).

Ada beberapa media yang selama ini cukup intens melakukan pemberitaan dinamika Pemiluka Kota Tasikmalaya, diantaranya Koran Priangan, Pikiran Rakyat, Tasik Plus, Radar Tasikmalaya, Galamedia dan Radar TV. Dari keseluruhan media tersebut yang paling gencar memberitakan Pemilukada dan kekuatan calon adalah Radar Tasikmalaya. Radar secara konsisten menjadi media terdepan dalam memberikan informasi mengenai Pemilukada Tasikmalaya. Peneliti secara khusus mengikuti pemberitaan Radar Tasikmalaya dari mulai bulan September 2011 sampai saat ini.

Dalam setiap edisi pemberitaan Radar selalu ditampilkan dinamika tarik ulur dan manufer bagi-bagi kekuasaan. Saat itu baru muncul figur-figur yang akan mencalonkan seperti H. Budi, H. Wahyu Sumawijaya, dan Bubun Bunyamin (Mantan Wali Kota Tasikmalaya sebelum Syarief). Di periode Bulan Agustus-November muncul elit-elit dan perwakilan elit dari koalisi PPP, PBR dan PBB (Koalisi Masyarakat Madani) yang akan mencalonkan H. Budi Budiman sebagai wali kota dari PPP, koalisi  PDI-P, Gerindra, PKB yang mengusung calon wali kota H. Dede Sudrajat. Sedangkan partai yang belum berkoalisi Golkar mencalonkan H. Noves Narayana, PAN terpecah ada yang mengusung H. Syarif Hidayat dan Heri Hendriayana, Partai Demokrat mengusung H. Wahyu Sumawijaya, PKS mengusung H. Heri Ahmadi.

Pemberitaan selanjutnya (periode November 2011-Januari 2012) selain pemberitaan standar dan manuver-manuver kecil bagi-bagi kekuasaan dan bargaining-position semisal PDI-P dan Golkar yang mendekati H. Dede serta (Koalisi 21) juga diwarnai dengan terpecahnya dukungan PAN antara tetap bergabung dengan KMM dengan mengusung Heri Hendriyana sebagai calon wakilnya H. Budi atau keluar dari KMM dengan mengusung H. Syarif seperti yang diamanahkan pengurus pusat PAN. Selain itu juga mulai munculnya keinginan dan suara calon independen semisal tokoh Mumung Martasasmita, Taufik Faturrohman dan lainnya.

Pemberitaan selanjutnya ( periode pertengahan Januari 2012- sekarang) dinamika selain dihiasi oleh pasangan calon independen yang menyerahkan persyaratan dukungan minimal 4% juga dikejutkan oleh manuver H. Dede Sudrajat yang menyatakan “merapat” ke H. Budi Budiman. Di akhir Februari beliau menyatakan akan mendampingi Budi Budiman sebagai wakil wali kota. Selain itu juga, kamis malam (08 Maret 2012) dikejutkan juga dengan berpindahnya Partai Demokrat yang sebelumnya merapat ke KMM menjadi menyatu ke Koalisi Peduli Umat bersama PAN, PKS dan Golkar dan Koalisi 21 (PDI-P, Gerindra dan PKB).

Pemberitaan-pemberitaan media kemudian secara nyata mengkerucut pada dua kekuatan besar yakni calon dari Koalisi Masyarakat Madani (KMM) yang dihuni PPP,  PBR dan PBB yang mengusung Drs. H. Budi Budiman dan Ir. H. Dede Sudrajat, MP dan kekuatan satunya lagi adalah Koalisi Peduli Umat yang bergabung dengan Koalisi 21 yang dihuni PAN, PKB, P-Demokrat, PKS, Golkar, PDI-P dan Gerindra mengusung H. Syarif Hidayat yang sampai saat ini pasangat wakil wali kotanya belum di sahkan. Sedangkan kekuatan independen dinilai kurang populis, hanya selintas kurang bahkan kurang masif.

Peta Kekuatan Mesin Parpol
Menurut informan dari perwakilan akademisi, dikatakan bahwa Parpol boleh jadi dapat menjadi mesin Parpol yang efektif untuk memenangkan pemilihan, namun di sisi lain Papol juga dapat tidak berpengaruh pada kemenangan satu calon tertentu. Dalam satu kondisi Parpol bisa menjadi kekuatan jika didukung dengan manajemen tim sukses yang baik dan mampu mempopularkan calon sehingga mampu mendongkrak suara. Namun disisi lain juga parpol dapat tidak berarti apa-apa dalam konteks pemilihan langsung. Hal ini terjadi karena pada dasarnya yang akan dipilih oleh masyarakat nantinya adalah figur calon.

Sebagai contoh PDI-P sebagai partai politik pemenang Pemilu legislatif 2004 yang mendapat 29.82 persen suara mengajukan Bibit Waluyo, pensiunan perwira tinggi TNI, yang berpengalaman, namun kurang dikenal di pemilih Jawa Tengah mampu mendongkrak popularitasnya di mata pemilih. Apalagi dengan disandingkan figur yang selama ini sangat mengakar, berpengalaman yang merintis karir kepartaian dari bawah sebagai kader PDI-P yakni Rustriningsih (mantan Bupati Kebumen) semakin memantapkan pasangan ini “mengambil hati” konstituen partai khususnya, bahkan publik Jawa Tengah umumnya dan mampu memenangkan pemilihan mencapai 73.9%. Keadaan efektifnya mesin partai besar dalam memenangkan pemilihan kepala daerah di Jawa Tengah, justru terjadi sebaliknya di Nusa Tenggara Barat. Pilkada yang diikuti oleh pasangan calon : Lalu Serinata-Husni Djibril (Golkar, PDI-P, PBR dan Partai Patriot Pancasila), M. Zainul Madjdi-Bachrul Munir (PBB dan PKS), Zaini Arony-Nurdin Ranggabarani (PAN, PD, Partai Syarikat Indonesia dan PKPB) dan Nanang Samodra-Muhammad Jabir (PPP dan PKB) dimenangkan oleh pasangan Tuan Guru Bajang Zainul Madjdi-Bahrul Munir (38,84%), disusul Lalu Serinata-Husni Djibril (26,39%). Kekalahan ini menarik dikaji, karena pasangan Lalu-Husni merupakan pasangan yang didukung Golkar, partai pemenang pemilu legislative mencapai 24.86 %, PBR (7.51%), PDI-P (6.98%) sedangkan Zainul Madjdi-Bacrul Munir hanya didukung PBB (Pemilu legislatif mendapat 10.24% suara), dan PKS 6,06 % ( LSI, 15 Juli 2008).

Dalam konteks Kota Tasikmalaya, jika kita berpedoman bahwa Parpol akan berpengaruh terhadap perolehan suara, maka Koalisi Masyarakat Madani memiliki kekuatan 15 kursi di DPRD, dengan rincian ; Fraksi Persatuan Pembangunan sebanyak 8 kursi, Fraksi Partai Bintang Reformasi 4 kursi, dan Fraksi Bulan Bintang 3 kursi. Sedangkan gabungan Koalisi Peduli Umat dan Koalisi 21 adalah 30 kursi. Dari hitungan kekuatan ini Koalisi Peduli Umat memiliki peluang lebih besar dari segi kekuatan mesin parpol, jika itu efektif melahirkan konstituen yang ideologis. Namun hal ini hanya hitungan dari jumlah kursi yang sudah disederhanakan dari pilihan konstituen.

Kekuatan ini tentu saja masih riskan, karena Parpol memiliki tugas berat tidak hanya menjaring calon, namun harus mampu mempopulerkan calon lewat sosialiasi politik yang efektif. Jika hal ini mampu dijalankan maka kasus kemenangan partai dominan semisal kasus di Jawa Tengah dapat menjadi prediksi ilmiah kemenangan calon yang diusung partai dominan. Namun jika Parpol tidak mampu memasifkan calonnya, maka kasus kekalahan partai dominan seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur akan terjadi dalam Pemilukada Kota Tasikmalaya.

Penutup
Dinamika Pemilukada Kota Tasikmalaya yang semula melahirkan tiga kekuatan utama antara kekuatan Koalisi Masyarakat Madani dengan “jagonya” Budi Budiman, Koalisi Peduli Umat dengan “jagonya” Syarif Hidayat dan Koalisi 21 dengan “jagonya” Dede Sudrajat telah melahirkan main-stream baru setelah manuver yang dilakukan oleh Dede Sudrajat yang merapat ke KMM. Main-strean kekuatan baru tersebut adalah Koalisi Masyarakat Madani yang mengusung Budi-Dede dan Koalisi Peduli Umat yang mengusung H. Syarif.

Konstelasi kekuatan tersebut dilihat dari keduanya sangat gencar dalam upaya pengenalan calon, popularitas dan kharisma, ekspos media dan mesin parpol. Jika ditimbang kedua kekuatan sebenarnya berimbang dan akan bertarung sangat ketat dalam Pemilukada Juni besok. Sedangkan untuk independen cenderung figurnya kurang dikenal, ekspos media juga kurang. Bagi kita, apapun kekuatan tersebut yang jelas calon yang maju nanti adalah calon yang terbaik, yang mampu membawa Kota Tasikmalaya pada kualitas yang mulia. Memiliki kualitas kepemimpinan yang mampu mengayomi dan yang terpenting mampu mensejahterakan rakyatnya. Semoga saja, kita tunggu tanggal mainnya.

Daftar Pustaka
Kleden dan Haris, Syamsuddin, 2005, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1980, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta.
Pradhanawati, 2005, Pilkada Langsung : Tradisi Baru Demokrasi Lokal, KOMPIP, Semarang.
Newton, Ken and Van Deth, Jan W. (2005) Foundations of comparative politics, Cambridge University Press. Cambridge.

Sumber Lain :
Lingkar Survai Indonesia, Edisi 15 Juli 2008
Radar Tasikmalaya, Edisi November sampai 10 Maret 2012.

Sumber Gambar Ilustrasi :


[1] Ketua Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas  Siliwangi, Tasikmalaya.
[2] Web site pribadi H. Budi Budiman adalah budibudiman.com, sedangkan H. Dede Sudrajat adalah dedesudrajat.com, calon lain juga ada yang memasang facebook fun page. Sedangkan incumbent H. Syarif lebih menggunkan media instiusi situs  di tasikmalaya.go.id
[3] Bincang-bincang santai di Sekretariat Ilmu Politik, FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
[4] Radar Tasikmalaya merupakan salah satu koran lokal grup Jawa Pos yang paling banyak mengekspos proses Pemilukada Kota Tasikmalaya. Bahkan kurang lebih 4 bulan kebelakang koran ini menyediakan lembaran khusus membahas dinamika Pemilukada.

5 komentar: