Kekuatan Politik Menjelang Pemilukada
(Studi Pemilukada Kota Tasikmalaya 2012)
Oleh : Subhan Agung[1]
Studi tentang pemetaan kekuatan politik dalam Pemilukada salah
satunya memiliki manfaat untuk melihat prospek kemenangan satu calon
tertentu. Selain itu juga mampu menjadi bahan
studi literatur dalam “meramalkan” secara ilmiah kecenderungan
kemenangan calon tertentu. Banyak cara yang dilakukan untuk memetakannya
termasuk melalui survei elektabilitas dan popularitas calon, kekuatan
mesin Parpol, keberpihakan dan ekspos media, basis massa dan ketokohan
(kharisma), dan faktor lain yang dalam hal tertentu menjadikan perilaku
pemilih sulit ditebak secara akurat (mutlak).
Banyak teori yang menjadi frame dalam memetakan kekuatan
politik di suatu komunitas atau wilayah tertentu. Salah satu teori yang
dimaksud tersebut adalah bahwa kekuatan politik calon sangat dipengaruhi
oleh : pertama, political behavior condition, yaitu kekuatan politik seorang calon atau elit politik sangat ditentukan oleh perilaku politik yang bersifat aktual (actually political behavior) yang didalamnya mencakup daily politics (partisipasi politik terkini) dan momentum, yang di dalamnya terdiri dari voting behavior dan voting turn out
(kecenderungan menurunnya partisipasi). Selain yang bersifat aktual,
juga sangat ditentukan oleh perilaku non-aktual yang didalamnya termasuk
budaya politik masyarakat yang bersangkutan dan pembentukan opini
publik dalam jangka waktu lama lewat media (Newton dan Deth, 2005:126).
Kedua, popularitas, kharisma dan wibawa calon yang
bersangkutan. Faktor inipun tidak bisa dikesampingkan dalam melihat
kekuatan seorang calon dalam Pemilukada. Dalam dataran tertentu bahkan
seorang calon yang memiliki popularitas baik dapat mengalhkan kekuatan
mesin Parpol. Dalam konsep penelitian ini popolaritas disatukan dengan
kharisma dan wibawa dikarenakan kharisma dan wibawa (baik yang berasal
dari sumber formal dan informal) akan efektif jika keberadaan calon yang
bersangkutan dikenal sebagai seorang yang kharismatik dan berwibawa.
Pemimpin yang populer menurut Koentjaraningrat (1980:195) adalah
pemimpin yang dikenal masyarakat sebagai aktor yang memiliki sifat-sifat
yang disenangi dan dicita-citakan oleh banyak orang (konstituen).
Ketiga, ekspos dan keberpihakan media. Manfaat pemilih yang
didapatkan dari ekspos media dalam konteks pengenalan calon sehingga
berpengaruh terhadap kekuatan suatu calon adalah terbentuknya isu
politik yang didapat dari info, baik converting (berfungsi merubah persepsi pemilih) atau re-inforcing (menguatkan pilihan sebelumnya). Informasi-informasi media (baik isu, kandidat, atau traits personality of candidat) dapat memperngaruhi kesadaran (awareness) seseorang dalam menentukan pilihan (Newton dan Deth, 2005:128).
Keempat, mesin Parpol yang mengusung calon yang
bersangkutan. Tentang hal ini sudah tidak diragukan lagi kebenarannya,
walaupun tidak mutlak, namun kemenangan calon sangat dipengaruhi oleh
komitmen dari konstituennya untuk secara ideologis memilih calon yang
diusung oleh yang bersangkutan. Salah satu contoh bukti tentang hal ini
adalah kemenangan Partai Dominan PPP di Kabupaten Tasikmalaya yang
mengusung kadernya UU Ruzhanul ‘Ulum sebagai bupati. Kelima, basis masa
ideologis yang bersangkutan sebagai modal sosial aktivitas
kemasyarakatan yang ia jalani selama ini. Misalnya aktivis Ormas, LSM,
atau organisasi lainnya yang memiliki anggota atau simpatisan tersebar
di mana-mana.
Kekuatan Politik Calon dan Kecenderungan Perilaku Pemilih Kota
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa kekuatan politik sangat
dipengaruhi oleh perilaku pemilih konstituennya. Perilaku pemilih dapat
berubah dalam sekejap (aktual) dan dapat pula membutuhkan waktu
(non-aktual). Perubahan yang aktual sangat dipengaruhi oleh kekuatan
promosi dalam bentuk kampanye dan pengenalan visi-misi (banner, spanduk, baligho),
pemberitaan media, dan program-program populis lainnya. Selama ini tim
Koalisi Masyarakat Madani (KMM) yang digawangi oleh partai dominan
semisal Partai Persatuan Pembangunan sejak awal (1,5 tahun) menjelang
Pemilukada merupakan kelompok yang paling semangat dan gencar dalam
sosialisasi melalui media tersebut. Sejak Bulan Agustus 2011 lalu
pengenalan visi misi calonnya H. Budi Budiman bertebaran di Kota
Tasikmalaya.
Selain calon tersebut juga terdapat calon lainnya yang juga incumbent, H. Syarif Hidayat yang memasang banyak spanduk, baligho
yang mengenalkan program lanjutan, prestasi yang selama ini diraih
sehingga menghasilkan berbagai penghargaan dari Presiden RI. Calon ini
memang tidak secara langsung memasang kampanye visi-misinya secara
terbuka, namun lewat iklan layanan masyarakat seperti himbauan dan pesan
untuk warga masyarakat Tasikmalaya. Selain calon-calon tersebut juga
terdapat calon-calon lainnya seperti Heri Hendriyana dari PAN, Noves
Narayana dari Golkar, Dede Sudrajat, D. Romdoni dan lainnya yang
jumlahnya tidak semasif kedua calon di atas.
Selain pengenalan-pengenalan lewat banner, baligo, dan
sejenisnya diantara beberapa calon juga melakukan pengenalan lewat media
maya (internet). Bakal calon H. Budi Budiman misalnya membuka web site pribadinya dan media facebook fun page,
khusus untuk memasifkan program dan pengenalan kepada masyarakatnya.
Calon calon lain juga sama semisal H. Dede Sudrajat, MP yang secara
khusus membuat situs pribadinya[2].
Secara teoritis calon pemilih harian akan berubah-ubah tergantung
seberapa gencar pengenalan yang dilakukan oleh calon dan tim suksesnya.
Dari sisi ini Budi Budiman memiliki kecenderungan paling massif dalam
upaya pengenalan visi misinya kepada masyarat dalam berbagai media. Baik
pengenalan secara langsung, maupun pengenalan secara langsung lewat
media-media banner, spanduk, koran dan internet.
Pendapat serupa juga disebutkan oleh Ramdani, anggota Desk Pilkada “pentolan” Koalisi Masyarakat Madani (KMM)[3]
yang menganggap bahwa timnya sangat gencar dalam upaya pengenalan
kepada masyarakat. Oleh karena itu, kalau dilihat dari hal ini,
kemungkinan besar akan mempengaruhi perilku pemilih target yang selama
ini kurang mengenal figur H. Budi Budiman.
Memang jika dilihat dari massifikasi visi misi dan kepribadian dan
data-data yang diambil secara puposive dan data-data media secara jelas
terlihat main-stream kekuatan yang relatif berimbang antara tiga
kekuatan dominan yang nantinya akan bersaing yakni Syarif Hidayat
sebagai incumbent, Budi Budiman dan Dede Sudrajat. Namun konstelasi
berubah di akhir Februari 2012 kemarin karena ternyata Dede Sudrajat
“merapat” kepada Budi Budiman, sebagai calon wakil wali kota.
Kekuatan Popularitas dan Kharismatik Calon
Popularitas yang dipahami dalam tulisan ini adalah pengetahuan
masyarakat akan calon tertentu dan kelebihannya yang membuat figur
tersebut memiliki potensi untuk disukai dan cita-citakan oleh pemilih.
Diantara bakal calon-bakal calon yang muncul terdapat tokoh-tokoh lama
yang “bersemi” lagi. Selain calon lama, Pemilukada juga semakin dinamis
dengan munculnya nama-nama baru yang akan ikut bertarung dalam
pemilukada tahun 2012. Nama- nama baru tersebut antara lain; H. Heri
Hendriyana (PAN), Ust. Heri Ahmadi (PKS), Deni Romdoni (PDIP), nama-nama
baru tersebut memiliki tingkat popularitas yang rendah jika dibanding
dengan nama-nama lama yang pernah bersaing di Pilkada tahun 2007 lalu.
Koalisi yang sudah terbangun yaitu Partai PPP, PBR, PBB dan PAN (?)
sudah mengusung H. Budi Budiman untuk Cawalkot, untuk calon Wali kota
kemungkinan terbesar adalah Dede Sudrajat, MP setelah adanya keputusan
tokoh ini untuk “merapat” ke Budi. Pengusungan nama calon walikota
seperti ; H. Budi Budiman, H. Syarif Hidayat, H. Wahyu, H. Dede
Sudrajat, H. Noves dan H. Bubun, nama-nama tersebut adalah nama calon
walikota/wakil walikota tahun 2007, sehingga calon-calon tersebut adalah
pemain lama yang diusung kembali oleh partainya atau oleh gabungan
partai.
“Pemain lama” ini disisi lain memiliki kelebihan bahwa mereka lehih
populer, dan jika mereka memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik
tentu saja akan diingat dan disukai oleh calon pemilih. Namun disisi
lain calon lama ini tidak memberikan perspektif politik baru, mengingat
masyarakat kota Tasikmalaya sudah faham betul akan reputasi, latar
belakang, kualitas, kapasitas dan tingkat elektabilitasnya.
Menurut salah satu informan dari Koalisi Peduli Umat (Dede Abdul
Karim) mengatakan bahwa kalau yang dimaksud dengan popularitas tersebut
adalah keterkenalan calon yang bersangkutan di mata masyarakat maka
jawabannya kemungkinan besar adalah calon lama semisal Budi Budiman,
Syarief, Dede, Noves, H. Wahyu. Namun hal tersebut juga bukan jaminan,
karena belum tentu calon baru juga tidak populer di mata masyarakat.
Calon-calon baru yang muncul saat ini mungkin saja populer jika
pengenalannya baik. Tapi fakta di Kota Tasikmalaya popularitas mereka
kurang, sehingga mereka juga tidak berani mencalonkan diri sebagai wali
kota, sebagian calon baru yang muncul lebih bersiap menjadi “pendamping”
calon lama. Contohnya Deni Romdoni, Heri Hendriyana, dan Heri Ahmadi
dari PKS.
Ukuran yang sedikitnya mendekati valid untuk meliha tingkat
popularitas pemimpin adat hasil survai lembaga terpercaya dan kompeten.
Dengan metode yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan
menghasilkan kesimpulan yang mendekati kebenaran dengan rata-rata margin
error kecil. Menurut Dede Abdul Karim, survey mengenai popularitas
calon pernah dilakukan oleh dua institusi survey ternama di Indonesia
yaitu Lingkaran Survai Indonesia dan Lingkar Survai Indonesia.
Kesimpulan kedua LSI yang berbeda pimpinan tersebut memiliki sedikit
perbedaan. Walaupun keduanya berbeda tipis dalam prosentase popularitas,
yakni yang satu berkesimpulan H. Budi sedikit lebih populer dibanding
H. Syarif, di sisi lain H. Syarif lebih unggul tipis atas H. Budi. Namun
yang pasti keduanya merupakan dua kekuatan dominan calon wali kota
paling populer dalam survey tersebut.
Hasil survey tersebut memang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, namun ketika berbicara perilaku pemilih, hal tersebut menjadi
serba belum pasti. Karena seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan
tentang perilaku pemilih masyarakat, dalam waktu sekejap mereka dapat
berubah fikiran lewat faktor tertentu. Namun sebagai pemetaan sah-sah
saja kemudian dari beberapa informasi koran (Radar Tasikmalaya)[4], informasi dari informan utama dan pembanding menemukan main-stream
kekuatan calon wali kota yang paling populer sampai saat ini dipegang
oleh dua kekuatan besar, yakni : Budi Budiman dan Syarief Hidayat.
Kekuatan Budi-Budiman bahkan diprediksikan bertambah besar setelah di
akhir Februari 2012 kemarin menyatakan berbagung dengan Koalisi
Masyarakat Madani (KMM) dan akan mendampingi H. Budi Budiman.
Sedangkan mengenai kharismatika atau pemimpin dengan sumber wewenang
yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada
pada diri seseorang. Kemampuan khusus ini melekat pada seseorang dan
bersifat given, dalam arti pemberian dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut
atas dasar kepercayaan dan mitos (taklid), karena pada
dasarnya mereka menganggap bahwa sumber dari kemampuan tersebut adalah
sesuatu yang berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia pada umumnya
(Weber dalam Robbins, 1996:16). Kharimatik oleh karena itu biasanya
cenderung diturunkan dari ayah atau ibu yang sebelumnya dianggap
kharismatik. Oleh karena itu kharismatik akan sangat dipengaruhi oleh
budaya yang berlaku di daerah tersebut. Contoh nyata tentang hal ini
adalah kemenangan mutlak Tuan Guru Abdul Madjdi Bajang atas Lalu
Serinata, incumbent dari Partai Berkuasa, Partai Golkar. Tuan Guru
merupakan pemimpin Nahdatul Watan berusia muda keturunan tokoh
kharismatik pendiri Nadhatul Watan di Nusa Tenggara Barat.
Dalam konteks Tasikmalaya yang basis kulturalnya Nadhatul ‘Ulama dan
pesantren tentunya tokoh-tokoh yang memiliki keturunan “darah biru” dari
institusi tersebut memiliki peluang yang sangat besar. Kemenangan UU
Ruzhanul Ulum dalam pemilihan bupati Tasikmalaya 2010 silam boleh jadi
memiliki hubungan erat dengan kharisma ayah dan terutama kakek beliau
yang merupakan ulama paling berpengaruh di Tasikmalaya. Dari sisi ini
beberapa tokoh memiliki modal sosial yang terkait dengan hal ini semisal
Noves yang “darah biru” karena merupakan anak dari H. Adang Roosman,
tokoh masyarakat Tasikmalaya, mantan bupati yang sangat disegani dan
kharismatik.
Ekspos dan Keberpihakan Media
Seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan frame penelitian sebelumnya, bahwa informasi media tentang calon akan perlahan atau cepat mampu menguasai kesadaran (awareness) dari calon pemilih. Informasi tersebut dapat mengubah (converting) keputusan voting behavior seseorang atau menguatkan pilihan sebelumnya (reinforcing).
Ada beberapa media yang selama ini cukup intens melakukan pemberitaan
dinamika Pemiluka Kota Tasikmalaya, diantaranya Koran Priangan, Pikiran
Rakyat, Tasik Plus, Radar Tasikmalaya, Galamedia dan Radar TV. Dari
keseluruhan media tersebut yang paling gencar memberitakan Pemilukada
dan kekuatan calon adalah Radar Tasikmalaya. Radar secara konsisten
menjadi media terdepan dalam memberikan informasi mengenai Pemilukada
Tasikmalaya. Peneliti secara khusus mengikuti pemberitaan Radar
Tasikmalaya dari mulai bulan September 2011 sampai saat ini.
Dalam setiap edisi pemberitaan Radar selalu ditampilkan dinamika
tarik ulur dan manufer bagi-bagi kekuasaan. Saat itu baru muncul
figur-figur yang akan mencalonkan seperti H. Budi, H. Wahyu Sumawijaya,
dan Bubun Bunyamin (Mantan Wali Kota Tasikmalaya sebelum Syarief). Di
periode Bulan Agustus-November muncul elit-elit dan perwakilan elit dari
koalisi PPP, PBR dan PBB (Koalisi Masyarakat Madani) yang akan
mencalonkan H. Budi Budiman sebagai wali kota dari PPP, koalisi PDI-P,
Gerindra, PKB yang mengusung calon wali kota H. Dede Sudrajat. Sedangkan
partai yang belum berkoalisi Golkar mencalonkan H. Noves Narayana, PAN
terpecah ada yang mengusung H. Syarif Hidayat dan Heri Hendriayana,
Partai Demokrat mengusung H. Wahyu Sumawijaya, PKS mengusung H. Heri
Ahmadi.
Pemberitaan selanjutnya (periode November 2011-Januari 2012) selain
pemberitaan standar dan manuver-manuver kecil bagi-bagi kekuasaan dan bargaining-position
semisal PDI-P dan Golkar yang mendekati H. Dede serta (Koalisi 21) juga
diwarnai dengan terpecahnya dukungan PAN antara tetap bergabung dengan
KMM dengan mengusung Heri Hendriyana sebagai calon wakilnya H. Budi atau
keluar dari KMM dengan mengusung H. Syarif seperti yang diamanahkan
pengurus pusat PAN. Selain itu juga mulai munculnya keinginan dan suara
calon independen semisal tokoh Mumung Martasasmita, Taufik Faturrohman
dan lainnya.
Pemberitaan selanjutnya ( periode pertengahan Januari 2012- sekarang)
dinamika selain dihiasi oleh pasangan calon independen yang menyerahkan
persyaratan dukungan minimal 4% juga dikejutkan oleh manuver H. Dede
Sudrajat yang menyatakan “merapat” ke H. Budi Budiman. Di akhir Februari
beliau menyatakan akan mendampingi Budi Budiman sebagai wakil wali
kota. Selain itu juga, kamis malam (08 Maret 2012) dikejutkan juga
dengan berpindahnya Partai Demokrat yang sebelumnya merapat ke KMM
menjadi menyatu ke Koalisi Peduli Umat bersama PAN, PKS dan Golkar dan
Koalisi 21 (PDI-P, Gerindra dan PKB).
Pemberitaan-pemberitaan media kemudian secara nyata mengkerucut pada
dua kekuatan besar yakni calon dari Koalisi Masyarakat Madani (KMM) yang
dihuni PPP, PBR dan PBB yang mengusung Drs. H. Budi Budiman dan Ir. H.
Dede Sudrajat, MP dan kekuatan satunya lagi adalah Koalisi Peduli Umat
yang bergabung dengan Koalisi 21 yang dihuni PAN, PKB, P-Demokrat, PKS,
Golkar, PDI-P dan Gerindra mengusung H. Syarif Hidayat yang sampai saat
ini pasangat wakil wali kotanya belum di sahkan. Sedangkan kekuatan
independen dinilai kurang populis, hanya selintas kurang bahkan kurang
masif.
Peta Kekuatan Mesin Parpol
Menurut informan dari perwakilan akademisi, dikatakan bahwa Parpol
boleh jadi dapat menjadi mesin Parpol yang efektif untuk memenangkan
pemilihan, namun di sisi lain Papol juga dapat tidak berpengaruh pada
kemenangan satu calon tertentu. Dalam satu kondisi Parpol bisa menjadi
kekuatan jika didukung dengan manajemen tim sukses yang baik dan mampu
mempopularkan calon sehingga mampu mendongkrak suara. Namun disisi lain
juga parpol dapat tidak berarti apa-apa dalam konteks pemilihan
langsung. Hal ini terjadi karena pada dasarnya yang akan dipilih oleh
masyarakat nantinya adalah figur calon.
Sebagai contoh PDI-P sebagai partai politik pemenang Pemilu
legislatif 2004 yang mendapat 29.82 persen suara mengajukan Bibit
Waluyo, pensiunan perwira tinggi TNI, yang berpengalaman, namun kurang
dikenal di pemilih Jawa Tengah mampu mendongkrak popularitasnya di mata
pemilih. Apalagi dengan disandingkan figur yang selama ini sangat
mengakar, berpengalaman yang merintis karir kepartaian dari bawah
sebagai kader PDI-P yakni Rustriningsih (mantan Bupati Kebumen) semakin
memantapkan pasangan ini “mengambil hati” konstituen partai khususnya,
bahkan publik Jawa Tengah umumnya dan mampu memenangkan pemilihan
mencapai 73.9%. Keadaan efektifnya mesin partai besar dalam memenangkan
pemilihan kepala daerah di Jawa Tengah, justru terjadi sebaliknya di
Nusa Tenggara Barat. Pilkada yang diikuti oleh pasangan calon : Lalu
Serinata-Husni Djibril (Golkar, PDI-P, PBR dan Partai Patriot
Pancasila), M. Zainul Madjdi-Bachrul Munir (PBB dan PKS), Zaini
Arony-Nurdin Ranggabarani (PAN, PD, Partai Syarikat Indonesia dan PKPB)
dan Nanang Samodra-Muhammad Jabir (PPP dan PKB) dimenangkan oleh
pasangan Tuan Guru Bajang Zainul Madjdi-Bahrul Munir (38,84%), disusul
Lalu Serinata-Husni Djibril (26,39%). Kekalahan ini menarik dikaji,
karena pasangan Lalu-Husni merupakan pasangan yang didukung Golkar,
partai pemenang pemilu legislative mencapai 24.86 %, PBR (7.51%), PDI-P
(6.98%) sedangkan Zainul Madjdi-Bacrul Munir hanya didukung PBB (Pemilu
legislatif mendapat 10.24% suara), dan PKS 6,06 % ( LSI, 15 Juli 2008).
Dalam konteks Kota Tasikmalaya, jika kita berpedoman bahwa Parpol
akan berpengaruh terhadap perolehan suara, maka Koalisi Masyarakat
Madani memiliki kekuatan 15 kursi di DPRD, dengan rincian ; Fraksi
Persatuan Pembangunan sebanyak 8 kursi, Fraksi Partai Bintang Reformasi 4
kursi, dan Fraksi Bulan Bintang 3 kursi. Sedangkan gabungan Koalisi
Peduli Umat dan Koalisi 21 adalah 30 kursi. Dari hitungan kekuatan ini
Koalisi Peduli Umat memiliki peluang lebih besar dari segi kekuatan
mesin parpol, jika itu efektif melahirkan konstituen yang ideologis.
Namun hal ini hanya hitungan dari jumlah kursi yang sudah disederhanakan
dari pilihan konstituen.
Kekuatan ini tentu saja masih riskan, karena Parpol memiliki tugas
berat tidak hanya menjaring calon, namun harus mampu mempopulerkan calon
lewat sosialiasi politik yang efektif. Jika hal ini mampu dijalankan
maka kasus kemenangan partai dominan semisal kasus di Jawa Tengah dapat
menjadi prediksi ilmiah kemenangan calon yang diusung partai dominan.
Namun jika Parpol tidak mampu memasifkan calonnya, maka kasus kekalahan
partai dominan seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur akan terjadi
dalam Pemilukada Kota Tasikmalaya.
Penutup
Dinamika Pemilukada Kota Tasikmalaya yang semula melahirkan tiga
kekuatan utama antara kekuatan Koalisi Masyarakat Madani dengan
“jagonya” Budi Budiman, Koalisi Peduli Umat dengan “jagonya” Syarif
Hidayat dan Koalisi 21 dengan “jagonya” Dede Sudrajat telah melahirkan main-stream baru setelah manuver yang dilakukan oleh Dede Sudrajat yang merapat ke KMM. Main-strean
kekuatan baru tersebut adalah Koalisi Masyarakat Madani yang mengusung
Budi-Dede dan Koalisi Peduli Umat yang mengusung H. Syarif.
Konstelasi kekuatan tersebut dilihat dari keduanya sangat gencar
dalam upaya pengenalan calon, popularitas dan kharisma, ekspos media dan
mesin parpol. Jika ditimbang kedua kekuatan sebenarnya berimbang dan
akan bertarung sangat ketat dalam Pemilukada Juni besok. Sedangkan untuk
independen cenderung figurnya kurang dikenal, ekspos media juga kurang.
Bagi kita, apapun kekuatan tersebut yang jelas calon yang maju nanti
adalah calon yang terbaik, yang mampu membawa Kota Tasikmalaya pada
kualitas yang mulia. Memiliki kualitas kepemimpinan yang mampu mengayomi
dan yang terpenting mampu mensejahterakan rakyatnya. Semoga saja, kita
tunggu tanggal mainnya.
Daftar Pustaka
Kleden dan Haris, Syamsuddin, 2005, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1980, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta.
Pradhanawati, 2005, Pilkada Langsung : Tradisi Baru Demokrasi Lokal, KOMPIP, Semarang.
Newton, Ken and Van Deth, Jan W. (2005) Foundations of comparative politics, Cambridge University Press. Cambridge.
Sumber Lain :
Lingkar Survai Indonesia, Edisi 15 Juli 2008
Radar Tasikmalaya, Edisi November sampai 10 Maret 2012.
Sumber Gambar Ilustrasi :
[1] Ketua Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
[2] Web site
pribadi H. Budi Budiman adalah budibudiman.com, sedangkan H. Dede
Sudrajat adalah dedesudrajat.com, calon lain juga ada yang memasang facebook fun page. Sedangkan incumbent H. Syarif lebih menggunkan media instiusi situs di tasikmalaya.go.id
[3] Bincang-bincang santai di Sekretariat Ilmu Politik, FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
[4]
Radar Tasikmalaya merupakan salah satu koran lokal grup Jawa Pos yang
paling banyak mengekspos proses Pemilukada Kota Tasikmalaya. Bahkan
kurang lebih 4 bulan kebelakang koran ini menyediakan lembaran khusus
membahas dinamika Pemilukada.
Makasihh Infonya sobat..
ReplyDeleteHappy Blogging.
harus mempersiapkan diri utk menghadapi pilkada nih :)
ReplyDeleteSalam kenal
ReplyDeleteUdah mulai ramai pemilukada nih,di kota saya aja semakin pans nih suasananya
ReplyDeletekeren.....!!
ReplyDelete