Survai Duo LSI dan Cirus : Benarkah Golkar Terancam ?

Oleh : Mohammad Ali Andrias

Menanggapi hasil survei yang dilakukan tiga lembaga yang berbeda Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia(SI), CIRUS Surveyors Group, dan Lembaga Survei Indonesia mengenai dukungan pemilih Partai Golkar semakin menurun. Lingkaran Survei Indonesia (SI) menunjukkan Golkar hanya menempati urutan ketiga dengan perolehan suara 11,9 persen, jauh di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebesar 31 persen,  dan Partai Demokrat 19,3 persen. Dukungan suara bagi Golkar lebih rendah dari pemilih yang tak tahu atau tak menjawab pilihan sebanyak 17,3 persen. Data survei yang dilakukan dari tanggal 5-15 Desember terhadap 1.200 responden di seluruh Indonesia dengan batas toleransi kesalahan yang digunakan lebih kurang 2,9 persen.

Sementara survei pembanding yang sejenis dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 26 Oktober-5 November 2008 menunjukkan hasil Golkar tetap kalah. Survei terhadap 2.197 responden se Indonesia dengan batas toleransi kesalahan kurang dari 2 persen menempatkan Partai Demokrat sebagai pilihan terbanyak masyarakat dengan perolehan 16,8 persen. Disusul Golkar dan PDI-Produksi masing masing sebesar 15,9 persen dan 14,2 persen.

Sedangkan survei yang dilakukan CIRUS Surveyors Group di semua provinsi pada 3-10 November 2008 terhadap 2.600 responden dengan batas toleransi kesalahan 1,9 persen juga menunjukkan hasil bahwa Partai Demokrat dengan pendukung terbesar 17,34 persen. Selanjutnya secara berurutan PDI-Produksi 15,03 persen dan Golkar 14,57 persen.

Dari data tersebut memang bisa sedikit membuktikan bahwa pilihan masyarakat cukup rasional, untuk mencari format baru dalam sistem politik Indonesia yang sudah mapan. Jika kita menginginkan restrukturisasi dan reposisi birokrasi sebagai public service. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kelembagaan birokrasi pemerintah pusat maupun daerah ialah mengubah mindset para pemimpin politik kita, dari mewarisi sikap dan perilaku Orde Baru yang mayoritas tunggal menjadi sikap demokratis dengan mencari partai baru yang dianggap bisa menyalurkan aspirasi dan tuntutan rakyat.

Namun kita harus lebih mencermati, meski dari survei awal posisi Golkar akan terancam, tapi kekuatan tersembunyi yang dimiliki Golkar mampu memainkan peranan, bahkan masih mempengaruhi sistem politik Indonesia ala Orde Baru. Mungkin kita sadar 9 tahun lalu, dimana pemilu demokratis digelar di Indonesia. Masyarakat dan pengamat politik sudah bisa memprediksikan bahwa Golkar terancam tidak akan mendominasi wakil di parlemen, bahkan terancam dibubarkan karena adanya tuntutan rakyat terhadap partai pemerintah Orde Baru tersebut yang berkuasa selama 32 tahun secara otoriter. Tapi apa hasilnya? Golkar tetap mempunyai dukungan besar diurutan tiga besar dalam dua kali pemilu demokratis 1999 dan 2004, bahkan dalam sembilan tahun ini Golkar berusaha keras melakukan restrukturisasi dan pencitraan untuk kembali merebut kekuasaan politik di Indonesia.

Sementara Direktur Eksekutif Lingkaran SI Denny JA berpendapat, turunnya popularitas Golkar akibat tidak jelasnya posisi dan identitas partai tersebut. Walau berada di pemerintahan yang identik dengan partai pemerintahan adalah Partai Demokrat, bukan Partai Golkar. Partai oposisi identik dengan PDI-P. Diantara partai besar lainnya Golkar adalah partai yang tidak memiliki isu krusial yang ditawarkan ke publik. Demokrat gencar dengan isu antikorupsi, sedangkan PDI-Produksi menawarkan sembako murah. Golkar sebenarnya memiliki banyak tokoh, tetapi tak ada diantara tokoh itu yang menonjol dalam persepsi publik. Sebagai partai terbesar. Golkar juga belum menetapkan calon presiden, sehingga kurang mampu menjadi penarik siimpati pemilih.

Sedangkan dalam pandangan saya, selain Golkar tidak memiliki isu-isu krusial untuk merehabilitasi perekonomian Indonesia, memperbaiki kehidupan masyarakat miskin, dan perbaikan sarana dan prasarana di beberapa sektor industri dan non industri. Sikap Wakil Presiden Yusuf Kalla bisa menjadi cermin turunnya popularitas dukungan masyarakat terhadap Golkar. Beberapa masyarakat menilai bahwa Golkar hanya dihuni kalangan birokrasi tulen, pengusaha atau saudagar yang menguasai berbagai sektor industri dan non industri. Bahkan yang fatal adalah kondisi masyarakat korban lumpur panas Sidorjo Jawa Timur, bisa menjadi salah satu faktor. Karena perusahaan tersebut sebelumnya dimiliki Bakrie Group, yang notabenenya adalah menteri dari Golkar.

 Kendati demikian, meski data survei menunjukkan bahwa dukungan Golkar turun, namun sebagai rakyat yang peduli dengan kondisi ekonomi dan politik di Indonesia. Siapapun partai yang mampu memenangkan pemilu, kami mengharapkan adanya perubahan dalam struktur birokrasi dan fungsi ideal dari birokrasi sendiri. Sebagai organisasi atau lembaga yang melakukan pelayanan bagi masyarakat, tidak boleh terpengaruh, memihak, dan mendukung warna politik yang dibawa oleh pejabat politik yang mewakili rakyat di parlemen, walaupun aspirasi mereka sejalan dengan pejabat politik yang memimpinnya. Agar ke depan perpolitikan Indonesia bisa membawa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Mohammad Ali Andrias, Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

0 komentar:

Post a Comment