Atas Nama Sawah Pak Tani
Oleh : Adi Martina Permana
Bangsa ini sangat dikenal dengan jargon negara agraris "katanya". Ya sangat diakui oleh dunia, dan itu bukan
menjadi rahasia lokal lagi melainkan adalah sudah mewacana secara
international. Memang benar pengakuan masyarakat lokal adalah sebagai saksi
hidup keseharianya. Sawahnya terpetak-petak sangat luas beribu-ribu bahkan juta
hektar.
Sangat tidak mengerti dengan limpahan SDA yang begitu
subur makmur, satu nusantara denga berjuta petak sawah yang diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan hayalah mimpi dialam bebas. Sementara tuntutan itu
teruslah terdengar sangat keras (KESEJAHTERAAN). ATAS NAMA SAWAH MILIK PAK TANI
ingin rasanya melebur semuanya menjadi nusantara terhampar luas. Hanya sebatas
mimpi saja ya hemmm. Sementara para petuah didalamnya keasikan dengan karir,
alasan kelasik untuk istri dan anak. Hijau itu elok untuk dipandang atas
keseluruhan sawah.
ATAS NAMA KEMUNAFIKAN juga satu nusantara tak
mampu menyatukan hamparan sawah yang hijau, hanya muncul bendera setan
bergelintirkan "tikus
pintar" di tengah-tengah nusantara ini.
Lumrah hal ini lumrah. Jangan berbicara masalah kesatuan atas nama semboyan
bangsa itu harapan kosong. Saat tikus kampung masuk tikus kota deskriminasi
yang terjadi, asiklah tikus kota dengan petakan sawah label bendera kebenaran.
Maju ?, baik ?, kompeten ?, kredibel ?. Simpanlah ucapan itu di saku jas atau celana, jika hanya mampu
mendeskriminasi oleh tikus kampung dan tikus kota kepada "kucing
intelek" percuma saja. Lebih baik berbenah. Lebih baik bercermin bersama
mereka tikus-tikus bodoh tikus-tikus got.
Sudah cukup padi harapan terpupuk air sambal.
Tak mungkin mengembalikan tanah yang subur, dan tak mungkin mengembalikan buah
padi kesejahteraan. Lebih tertonjol lebay tikus berekor panjang. diduga terkena
virus. Kenyataannya "iya". Harapan sipetani akan memanen padi
kesejahteraan yang bersatu dalam karung-karang yang telah disediakan kini hanya
angan-angan dalam organ tubuh. Kasihan, mungkin Tuhan masih selalu bersama
dengan para petani-petani gigih ini. Si petani meyakini ini. Sangat meyakini.
Maka aktualisasikanlah kemampuan yang positip itu dalam hidup nyata dan tidak
sibuk dengan memperlihatkan gigi yang sudah tidak karuan warnanya rakyat
tidak butuh clotehan-clotehan tolol yang tidak beresensi yang tidak dibarengi
dengan sebuah tindakan. Adalah sama saja dengan memperlihatkan kebodohan yang
sangat mendasar. ATAS NAMA SAWAH PAK TANI. Rakyat belepotan LUMPUR
menanti kenyataan pasti untuk DIRINYA. Semoga ada perbaikan....!
Adi Martina Permana merupakan mahasiswa Ilmu Politik
FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
0 komentar:
Post a Comment