Sebuah Kekuatan Besar
Oleh : Rino Sundawa Putra[1]
Dada saya
bergetar, bibir saya menganga dan terpaku dengan sorot mata tanda
kedipan. Kurang lebih 3 sampai 5 menit mata saya memandang marah pada
layar televisi. Sebuah acara bincang santai dengan tokoh-tokoh penting
tapi memberikan pemirsanya sebuah pilihan
persepsi dan cara pandang pada sebuah masalah (ekonomi, politik, sosial,
budaya, agama, musik, seni) pokoknya semua hal yang sangat penting,
menarik, edukatif, informatif bahkan “seksi” untuk diantarakan kepada
telinga publik (inilah bagian penting tugas pokok Jurnalisme yang ingin
memposisikan dirinya sebagai mediator yang konon katanya menjadi salah
satu tiang demokrasi). Ya.. acara yang membuat saya marah itu adalah
Tatap Muka yang dipandu oleh si cerdas Farhan.
Acara yang menjadi salah satu acara
favorit saya itu memang selalu memberikan saya persepsi dan perspektif
lain dalam memandang setiap permasalahan. Tapi acara Tatap Muka pada
malam itu, membuat saya semakin tak pernah memindahkan channel ke TV
lain walau sedang waktunya iklan (biasanya saya selalu memindahkan
channel bila ada iklan). Betapa tidak, tokoh yang kali ini ditemui
Farhan adalah tokoh sekaligus ahli ekonomi yang saya kagumi, Kwik Kian
Gie. Dialah ahli ekonomi yang pandangan-pandangan ekonominya selalu
kritis bila beliau mencium “penghambaan” terhadap intervensi asing pada
kebijakan ekonomi pemerintah kita. Dia salah satu ekonom yang mencoba
melawan arus sebuah kekuatan besar yang mendikte ekonomi setiap
pemerintahan, apalagi negara-negara berkembang dunia ketiga seperti
Indonesia, walau dia akui kekuatan besar itu tak mampu dia lawan
(pengakuan beliau kepada Farhan).
Dalam percakapan itu, Kwik berbicara
tentang oportunisme Australia sehingga mendesak Indonesia melakukan
Referendum di Timor-timur. Tapi awal bagian terbaiknya di mulai ketika
Kwik membicarakan keberanian Soekarno dalam melawan kekuatan-kekuatan
imperialisme barat, bahkan Kwik menyatakan “anugerah terbesar untuk
Indonesia karena memilki pemimpin seperti Soekarno”. Kwik kemudian
menceritakan kisah yang dialami oleh megawati ketika berusia 16 tahun.
Ketika itu Istana dipenuhi oleh petinggi-petinggi perusahaan minyak
Amerika dengan niat mengajukan hak eksploitasi sumber-sumber minyak di
Indonesia kepada Soekarno. Soekarno lantas memanggil semua menteri dan
staf ahli yang berkaitan dengan pertambangan, dan Soekarno berkata
“berikan hak itu seminimal-minalnya hanya untuk menutupi APBN kita,
jangan lebih”. Setelah pertemuan itu kemudian Megawati menghampiri
ayahnya dan bertanya “kenapa?” kemudian Soekarno menjawab “nanti setelah
bangsa kita memiliki insinyur sendiri yang handal”. Pikiran
revolusioner Soekarno itulah yang kemudian dikagumi oleh Kwik.
Kemarahan saya meradang ketika acara itu
masuk kepada sekmen ke 3 (kalau tidak salah), dimana Farhan bertanya
mengenai kekuatan besar dibalik taring tajam IMF dan Worl Bank. Dengan
santai tapi penuh makna kritis, Kwik memulai jawabannya dengan sebuah
pegalaman pribadi ketika dia menjadi Menko Ekonomi pada Kabinet pimpinan
Gusdur. Dia mengisahkan pada waktu itu dirinya dipanggil oleh Gus Dur.
Gus Dur mengatakan pada Kwik kalau dirinya merasa direpotkan oleh
dirinya sebagai Menko Ekonomi, karena apa yang diutarakan oleh Gus Dur
adalah perasaan tertekan karena ditekan oleh kekuatan besar itu. Saya
tidak ingat secara utuh apa yang diceritakan oleh Kwik mengenai ucapan
Gus Dur, yang jelas kurang lebih seperti ini : “aku tuh tertekan karena
ditekan dan dipaksa untuk memecat kamu” Kwik menjawab “siapa yang tekan
sampean?” “kamu juga pasti tahu” timpal Gus Dur. Singkat cerita Gus Dur
sangat merasakan kekuatan besar yang menekan dirinya, tapi dia sendiri
tidak bisa melawan kekuatan itu.
Betapa tidak, Kwik ketika menjabat Menko
Perekonomian, begitu kritisnya dia kepada campur tangan IMF dan World
Bank yang seenak perutnya mendesign konsep ekonomi kita dengan
tekanan-tekanannya (mungkin ini yang dirasakan sebagai tekanan kekuatan
besar oleh Gus Dur). Tapi ketika itu Gus Dur tidak mendepak Kwik, tapi
Gus Dur segera membuat Dewan Ekonomi dimana Sri Mulyani menjadi
sekretarisnya (pendapat saya itu bukanlah kehendak Gus Dur, melainkan
kehendak dan tekanan apa yang dinamakan Gus Dur sebagai kekuatan besar).
Tugas Dewan Ekonomi adalah mengawasi dan mengontrol pertemuan-pertemuan
yang dkoordinir oleh Kwik dalam kapasitasnya sebagai Menko Ekonomi.
Menurut Kwik setiap rapat-rapat yang dikomandoi oleh dirinya, mata Sri
Mulyani selalu tertuju pada dirinya. Bahkan dia juga meyakini, Dewan
Ekonomi lah yang terus memasok laporan dan informasi kepada IMF dan
World Bank tentang langkah-langkah, perlawanan-perlawannya serta
kritik-kritiknya kepada IMF. Hal itu diyakini ketika dia didatangi
petinggi IMF dan bertanya seraya menunjuk-nunjuk kepada dirinya “kenapa
anda selalu neko-neko dengan kebijakan kami” tanya petinggi IMF itu.
Kemudian petinggi IMF itu memberikan argumen dan alasan mengenai
pertanyaannya itu, anehnya menurut Kwik, rgumen-argumen itu sama persis
dengan pemamparan dan argumen hukum (versi IMF) yang disampaikan oleh
Sri Mulyani (kapasitas sebagai sekretaris Dewan Ekonomi) dalam
rapat-rapat yang Kwik pimpin. (pada titik itu amarah saya semakin
memuncak).
Dalam kesempatan yang sama, Farhan juga
bertanya indikator apa, bahwa bangsa kita tengah dikuasai, dijajah dan
ditekan oleh kekuatan yang datangnya dari barat yang nun jauh disana?.
Lagi-lagi Kwik menjawab dengan santai, “eksploitasi minyak kita 98
persen dikuasai oleh raksasa-raksasa perusahaan minyak asing, pertamina
hanya berhak mengelola 2 persen cadangan minyak bumi kita”. Dengan
cerdas Farhan memotong, “apa mungkin kita belum mampu mengelola minyak
sebanyak itu sehingga harus diberikan kepada asing?”. Kwik memberikan
jawaban yang cepat berdasarkan kisah dan fakta yang dia alami. “saya
pada waktu itu bertanya kepada pimpinan Pertamina, dengan sumber daya
yang ada apakah kita mampu menggarap semua cadangan minyak yang kita
punya? Pimpinan pertamina itu menjawab, sangat bisa (dengan berbagai
argumen, analisa dan fakta tentang sumber daya kita berdasarkan
pengalaman sang pimpinan Pertamina), tapi apakah keuangan kita mampu?
Jelas petinggi pertamina itu. Kemudiana saya penasaran dan bertanya
kepada ahli keuangan di Pertamina, dan jawaban ahli keuangan itu,
puluhan Bank telah mengantri untuk bisa memberikan dana dalam mengelola
seluruh cadangan minyak kita oleh Pertamina, artinya sangat bisa”.
Kemudian Kwik mengakhiri dengan kesimpulan kekuatan besar itu ada dan
nyata dalam mengendalikan bangsa ini.
Tapi Kwik meyakini, bila kekuatan besar
itu jauh melampaui kekuatan sebuah negara (bahkan sekelas negara adidaya
Amerika). Menurut kwik kekuatan besar itu sifatnya global berdiri
sendiri diluar kekuatan negara super power Amerika.
Orang cenderung mengidentikan kekuatan
besar itu adalah Amerika dan negara-negara Eropa yang dirampingkan
menjadi kekuatan Barat, padahal kekuatan besar itu berdiri dibelakang
dominasi barat. Dalam hal ini saya meyakini, kekuatan itu pulalah yang
mempengaruhi Amerika dalam setiap manuvernya (apalagi menyangkut politik
luar negerinya yang oportunis, standar ganda yang mempunyai sifat
agresor). Saya juga meyakini, Amerika berkembang menjadi negara adidaya
sebagai kekuatan tunggal (setelah memenangkan perang dingin dalam drama
dualisme kepemimpinan dunia dengan Rusia) adalah bagian dari rencana
besar apa yang dikatakan Gud Dur dan Kwik itu sebagai kekuatan besar.
Mafia Berkeley
Pertanyaan Farhan berlanjut mengenai
adanya sekelompok ekonom yang telah menjadi kepanjangan tangan kekuatan
besar itu, ya.. Mafia Berkeley sebutan bagi ekonom yang telah mengikuti
pencucian otak, kemudian sebagai balas jasa menjadi penyambung lidah dan
penyambung strategi ekonomi sesuai kehendak kekuatan besar itu (lebih
tepatnya dalam konteks yang lebih korelatif dengan masalah
ekonomi,adalah kepentingan IMF dan Bank Dunia). Tanpa ragu Kwik meyakini
bahwa ada sekelompok ekonom yang bernama Mafia Berkeley itu. Tidak
tanggung-tanggung puluhan orang ekonom menjadi bagian gerakan Mafia
Berkeley itu. beberapa nama oleh Kwik disebutkan, tapi saya Cuma bisa
mengingat dua nama dari sekian nama yang disebutkan oleh Kwik, yaitu Sri
Mulyani dan Boediono (mungkin tidak adil, tapi dua nama itulah yang
bisa dihapal, betapa tidak, saat ini sorotan media sedang membidikan
mata kameranya wajah dua oang ini. Apalagi aksi-aksi demontrasi yang
dilakukan sejumlah elemen sangatlah murka kepada dua orang ini).
Mengenai Mafia Berkeley, Kwik juga punya
cerita. Satu hari sebelum diumumkannya nama-nama dalam Kabinet yang
akan dibentuk oleh Megawati, Kwik mendapat bocoran bahwa formatur
kementrian Ekonomi didominasi oleh Mafia Berkeley. Kemudian dengan
kedekatan yang dimiliki oleh Kwik, dia menemui Megawati dan
mempertanyakan perihal banyaknya Mafia Berkeley yang diposisikan oleh
megawati. Menurut Kwik sebetulnya Megawati sangant paham betul apa itu
Mafia Berkeley sampai Megawati mengatakan pada dirinya “yang membuat
bangsa ini dikondisikan agar terus punya utang adalah IMF”. Tapi menurut
Kwik pertantanyaan yang ia lontarkan “kenapa banyak Berkeley?” sampai
saat ini tidak pernah dijawab oleh Megawati, dia pada waktu hanya
tersenyum. Dalam akhir sekmen itu Kwik malah balik bertanya, “kekuatan
besar macam apa yang telah menekan dia”.
Sebagai penutup saya tuliskan kembali mengenai ucapan Boediono ketika diawawancari oleh The Jakarta Post, Boediono berkata “saya tak bisa melawan arus dari sebuah kekuatan besar”. Itulah.. sekitar 30 menit dari 60 menit
acara Tatap Muka yang membuat saya begitu marah. Entah apa dan siapa
yang menjadi sasaran saya marah, yang jelas setiap orang yang mempunyai
kepekaan terhadap keadaan bangsa ini, bahkan bagi orang tidak punya
idealismepun berhak dan harus marah atas apa yang tengah terjadi. Tapi
kemudian amarah saya sedikit bisa diredakan ketika diakhir acara, Kwik
mempercayai dan meyakini ditengah keterpurukan yang dialami oleh bangsa
ini dan seluruh bangsa-bangsa di negara dunia ketiga yang masih dalam
cengkaraman “setir” kekuatan besar itu, akar berproses dan berakhir
pada sebuah titik, kemudian kemunduran itu akan digantikan dengan
pencerahaan dan tata baru yang akan memperbaiki, seperti masa pencerahan
dari masa kegelapan eropa, walau dia meyakini dia tidak akan menikmati
diusianya yang sudah mencapai 70 tahun, artinya proses ini akan memakan
waktu yang lama, “seperti tetesan-tetesan air” pungkasnya.
Percayalah kekuatan besar itu tidak
sekedar imprealisme Amerika, kapitalisme atau liberalisme(dengan seluruh
kehadiran budaya bahkan agama itu), tapi apapun itu yang dianggap
sebagai upaya penindasan dan penaklukan semua sumber disebuah negara
merdeka.
Sumber Gambar : ANTARA
[1] Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
0 komentar:
Post a Comment