Korupsi di Indonesia, Mati Satu Tumbuh Seribu..

Oleh : Subhan Agung [1]

Korupsi di Indonesia saat ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Semakin gencar pemerintah melakukan gerakan-gerakan anti korupsi lewat berbagai upaya seperti kampanye, pembentukan komisi-komisi anti-korupsi, lembaga adhoc. Namun, korupsi di Indonesia cenderung semakin menjamur. Harusnya semakin tinggi tingkat pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah dan civil society, maka akan ada tingkat  pengurangan (perbaikan) di birokrasi itu?. 

Namun nyatanya korupsi semakin membludak tidak terbendung bagai peribahasa “mati satu tumbuh seribu”. Maka pembahasan ini akan mengkhususkan pada upaya penegakan korupsi yang gencar dilakukan pemerintah saat ini ternyata tidak terlalu menggembirakan kita karena korupsi pada kenyataannya semakin menggurita ke mana-mana.

Euporia Pemberantasan Korupsi
Era Reformasi di Indonesia dalam bidang hukum salah satunya ditandai dengan munculnya inisiatif pencegahan dan penanganan korupsi di tingkat pusat yang menjamur ke daerah. Selama periode 1998 hingga 2006 terdapat sedikitnya 13 regulasi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Dari berbagai peraturan kebijakan anti-korupsi, yang memiliki kaitan dengan penanganan hukum terhadap kejahatan korupsi antara lain [2] : pertama, UU No 31 tahun 1999, yang diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan institusi penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Lembaga ini bertugas untuk menyelidiki kasus korupsi dengan kerugian di atas 1 milyar rupiah dan menarik perhatian publik, melakukan koordinasi supervisi penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi, memonitor para penyelenggara negara, melakukan penyelidikan dan penuntutan kasus korupsi serta berbagai upaya pencegahan terhadap korupsi. Ketiga, Instruksi Presiden No.5 tahun 2004 tentang Percepatan Upaya Pemberantasan Korupsi. Keempat, Surat Edaran Jaksa Agung No 007/A/JA/11/2004 tentang Percepatan Penanganan Korupsi se-Indonesia. Dalam peraturan ini disebutkan secara jelas agar perkara korupsi yang masih ada di seluruh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dituntaskan dalam waktu 3 bulan. Kelima, Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) 2004– 2009 yang merumuskan rencana-rencana aksi pemerintah dalam pemberantasan korupsi dikelola oleh Bappenas berkoordinasi dengan Menteri/Lembaga non Departemen terkait, unsur masyarakat dan KPK. Keenam, Surat Edaran Dirtipikor Kabareskrim Mabes Polri No.Pol.:B/345/III/2005 tentang Pengutamaan Kasus Korupsi.

Selain lewat regulasi kebijakan juga pemerintah sudah memiliki political will yang baik dengan melakukan upaya pemberantasan korupsi dengan menyeret banyak koruptor dan penyalahgunaan wewenang kelas kakap seperti membongkar dan menjebloskan ke penjara beberapa pejabat yang tersangkut korupsi Bank Bali, BLBI, dan lainnya. Walaupun disisi lain juga masih banyak koruptor yang lolos dan terkatung-katungnya kasus-kasus mega korupsi seperti Century, namun secara empirik pengupayaan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin gecar saat ini, terutama pada saat pemerintahan SBY JILID I.

Bahkan sebenarnya sejak pasca Reformasi terutama, sejak tahun 2002 lalu telah terjadi gelombang pengungkapan kasus dugaan korupsi DPRD di berbagai daerah berawal dari maraknya pemberitaan tentang korupsi DPRD propinsi Sumatera Barat[3]  dan menjalar ke berbagai wilayah lain seperti Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Lampung dan kemudian hampir merata di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Belakangan kecenderungan korupsi oleh pihak eksekutif di daerah semakin meningkat dengan tajam. Bahkan bisa dibilang bahwa pengungkapan korupsi dengan jumlah dan cakupan besar yang dilakukan pemerintah saat ini sangat luar biasa dan belum pernah terjadi sepanjang sejarah perpolitikan Indonesia pasca kemerdekaan.

Menurut hasil penelitian Tranparancy Internasional  tahun 2009[4], Indonesia selalu masuk dalam jajaran negara yang memasuki angka merah untuk korupsinya. Walaupun mengalami peningkatan dalam hal Indeks Persepsi Korupsi Angka Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik dari 2,6 tahun 2008 menjadi 2,8 tahun 2009, disertai kenaikan 15 peringkat dari tahun lalu. Namun, jika tidak ada upaya penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi, indeks Indonesia dipastikan akan melorot tahun depan. Posisi Indonesia saat ini di Asia Tenggara masuk dalam peringkat 5 besar, masih di bawah Singapura, Brunai, Malaysia dan Thailand. Sedangkan di dunia posisi Indonesia masuk 111 dari 180 negara. Prestasi kenaikan ini diragukan banyak pihak, termasuk direktur TI sendiri, Todung Mulya Lubis, di mana akan ada perubahan berarti dalam perbaikan tingkat korupsi di Indonesia, apalagi survai tersebut dilakukan sebelum terjadinya konflik Polri dan KPK. Peringkat tersebut memang menunjukkan adanya perbaikan dari segi peringkat, namun kalau dilihat dari banyaknya kasus korupsi yang sangat marak saat ini, sampai ke daerah-daerah, bahkan mengalami peningkatan jumlah kasus korupsi[5] .

Dari jumlah kasus korupsi yang diteliti oleh Local Government Corruption Study (LGCS)[6]  , pada Mei sampai November 2006, di mana pemerintah sedang semangat-semangatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi, namun kasus korupsi semakin menjadi. Bermunculan kemudian kasus Korupsi DPRD Sumatera Barat tahun 1999/2004, Korupsi Sekretaris Daerah Kabupaten Mentawai, Korupsi Yayasan Bestari, DPRD Kabupaten Pontianak,  korupsi dana Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) Bupati Kapus Hulu, korupsi APBD DPRD Kabupaten Toli-Toli periode 1999-2004 (legislatif – kabupaten), korupsi APBD DPRD Kabupaten Donggala periode 1999/2004 (legislatif – kabupaten), korupsi Pemerintah Kabupaten Blitar (eksekutif – kabupaten), korupsi APBD DPRD Kabupaten Madiun periode 1999 – 2004 (legislatif – kabupaten), korupsi ABPD DPRD propinsi NTB 1999 - 2004 (legislatif –propinsi), korupsi Panitia Pengadaan Tanah Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah (eksekutif-kabupaten).

Dari data-data di atas, justru sebenarnya semakin gencarnya pemerintah melakukan kampanye anti korupsi, semakin marak korupsi dilakukan oleh pemerintah baik dari pusat, bahkan sekarang marak di daerah-daerah, selain data di atas juga banyak korupsi di daerah yang belum disebutkan. Dari analisis singkat di atas, diketahui pemerintah melakukan upaya pemberantasan korupsi baru dari kulitnya saja, sedangkan pemberantasan yang lebih radikal dan substantif masih jauh panggang dari, bukti nyatanya, sampai saat ini kita masih belum bisa menangkap para koruptor kelas kakap yang banyak memakan uang negara trilyunan, semisal Syamsul Nursalim, Marimutu Sinipasan, Edi Tanzil, dan segenap koruptor kelas kakap lainnya. Hal ini akan menjadi “ujian berat” nahkoda Abraham Samad dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nya , jika lembaga ini ingin dipercaya masyarakat, maka mau tidak mau hal tersebut di atas harus mampu dibongkar dan ditindak seberat-beratnya sesuai dengan hukum.

Harus Bagaimana?
Dari data-data ringan di atas menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat efektifitas pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan masih lemahnya tingkat komitmen di seluruh lapisan birokrasi di Indonesia dan upaya-upaya yang dilakukan selama ini kurang memberi efek jera, dikarenakan kurang tegasnya rule of law dalam penanganan kasus korupsi. 

Pemberantasan korupsi harus sampai ke akar-akarnya, bahkan harus di mulai dari unit-unit terkecil, yaitu diri sendiri dan keluarga kita. Sifat-sifat yang mengutamakan kejujuran, berani dan bertanggung jawab perlu dipupuk sejak dari unit-unit tersebut. Jangan sampai kebiasaan korupsi merajalela, karena budaya icip-icip maling dan ketidakjujuran sejak dini. Dari sedikit menjadi bukit, dari maling uang selawe, akhirna biasa maling milyaran. Jangan sampai hal ini terjadi pada kita. Semoga saja.

Catatan Kaki :
[1]Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
[2]Lihat dalam Buku Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi, Karya Taufik Rinaldi, dkk. Hal. 16-17
[3]Lihat lebih detail dalam ibid, hal.v
[4]Dalam Kompas, Edisi Rabu, 18 November 2009
[5]Dalam Ibid, hal. 20-29 disebutkan peningkatan jumlah korupsi di daerah pasca adanya berbagai kebijakan pemerintah tentang pemberantasan korupsi
[6]Ibid, hal. 9,10,11 dan 12

Sumber gambar ilustrasi : 
riau.demokrat.or.id

3 komentar:

  1. Korupsi Terbentur pada penegakan ke atas yg tumpul. tumpulnya penegakan hukum akan tindakan korupsi diakibatkan budaya yang telah kita tanam dari masa ke masa. pembudayaan ini membentuk sistem yang mengakar panjang kebawah membentuk pula pola perlindungan keatas.

    Sulitnya penegakan Hukum akan Korupsi dikarenakan Korupsi membentuk sebuah birokrasi akan korupsi. walaupun ada yang tertangkap dan diadili oleh oleh penegak hukum di negara ini, itu hanya sebagai pembungkus yang kosong isinya. dalam artian pengadilan akan pelaku korupsi hanya pelaku kecil yang diadili sedangkan pelaku besar tidak.

    Berat dan rasanya tidak mungkin pemberantasan korupsi di negeri ini, ini semua dikarenakan peran Politisi yang bermain opini hingga mengaburkan logika berpikir masayarakat. dan juga intervensi penguasa terhadap para pelaku.

    ReplyDelete
  2. menurut saya korupsi tidak dapat diberantas. setiap ada kesempatan pasti dilakukan. yg perlu dilakukan menurut hemat saya adalah bgaimna menumbuh-kembangkan rasa Nasionalisme terhadap negara & bangsanya. karna dari situlah, Korupsi dapat dikurangi se-minim mungkin

    ReplyDelete
  3. Terima kasih gan atas kunjungan dan komentarnya. Mari lanjut diskusinya..

    ReplyDelete