Kenapa Umat Islam Kalah?

 Oleh : Hendra Gunawan
(Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya)
 
Tema tentang politik Islam sesungguhnya telah setua umur Islam itu sendiri, tetapi pembahasan tentangnya selalu saja menarik. Hal ini terkait banyak hal. Antara lain adalah bahwa politik selalu berkonotasi negatif, sedangkan Islam berusaha memberikan warna positif terhadapnya. Praktek politik Islam itu untuk pertama kalinya ditauladankan oleh Rasulullah SAW. lewat masyarakat Madinah yang secara bahu-membahu mengisi kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga dari pembinaan ini lahirlah masyarakat Islam yang menawarkan kejujuran, keadilan, kesederhanaan dan kearifan dalam mengisi kehidupan ini.

Bahkan keadilan itu begitu terlihat pada pimpinan tertinggi masyarakat Islam, yaitu Nabi sendiri. Ini tergambar jelas pada detik-detik terakhir kehidupannya Rasulullah Saw yang masih meminta para sahabat untuk membuat perhitungan darah dengan para sahabatnya. Hal ini Nabi Saw lakukan adalah demi sebuah prinsip keadilan . Karena kata nabi kehancuran umat manusia itu terjadi karena jika orang kecil melakukan kesalahan maka hukum akan ditegakan. Akan tetapi jika yang melakukan kejahatan itu orang besar, maka hukum tidak ditegakan.

Lebih jauh dari itu, Islam merupakan agama rahmat yang akan membawa kebahagian hidup di dunia maupun di akherat kelak. Oleh karena itu islam mengatur segi kehidupan ini dari hal-hal yang kecil sampai kepada hal yang paling penting. Peraturan itu menyangkut hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan mahkluk Allah lainnya, seperti hewan, tumbuhan, dan alam semesta secara keseluruhan, dan individu manusia dengan sekelompok manusia maupun manusia sebagai mahkluk sosial secara keseluruhan. Begitulah kira-kira yang diyakini oleh seluruh umat Islam dari masyrik sampai maghrib.

Jika diterapkan dengan kafah aturan Islam ini maka negeri yang gemah ripah loh jinawi seperti Indonesia akan semakin makmur dan sejahtera. Akan tetapi kenyataan berbicara lain. Kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan seabreg permasalahan lain yang melanda dan menghantui dunia Islam saat ini. Jelas kenyataan ini berbanding terbalik dengan  masyarakat Islam periode pertama. Banyak analisis dari para pakar Islam terhadap fenomena keterbelakangan umat islam dewasa ini. Para pakar tersebut berbicara dan menganalisis sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari semua itu adalah umat belum juga keluar dari kubang kenistaannya itu.  Malah sebaliknya. Umat makin terpuruk dengan dirinya sendiri. Apa yang terjadi dengan analisis para pakar tersebut? Apakah analisis mereka itu kurang tepat atau belum menyentuh “akar” terpenting dari keterpurukannya itu? Ataukah hasil maupun rekomendasi dari analisis pakar itu kurang mendapat perhatian dari umat Islam itu senidiri. Padahal analisis mereka itu berasal dari berbagai permasalahan dewasa ini, mulai dari masalah Politik, ekonomi, dan budaya tidak pernah luput dari analisis mereka. Dalam berpolitik misalnya, umat islam perlu memperkuat posisi mereka lewat pembentukan partai politik yang mengusung tema keIslaman. Dan hal itu telah mereka (umat Islam) lakukan. Umat Islam, entah itu dari masa berbasis Islam ataupun dari organisasi keIslaman sudah banyak melahirkan partai politik berkelas nasional maupun internasional. Hal ini bertujuan untuk membuat posisi umat Islam kuat ketika berhadapan dengan Negara. Akan tetapi masalah belum juga selesai. Dari masalah ekonomi, umat sudah banyak melakukan perubahan-perubahan, misalnya dengan semakin berkembangnya bank-bank syariah dan gadai syariah. Akan tetapi masalah belum juga selesai. Dari masalah budaya, perjuangan umat untuk mengentaskan keterpurukannya juga tidak kalah hebatnya. Bahkan mereka rela “menukar” identitas keislaman mereka dengan menyerupai kehidupan modern hanya karena ingin keluar dari keterbelakangan hidup. Hal itu mereka lakukan demi sebuah pembebasan belenggu keterpurukan. Akan tetapi masalah belum juga selesai. Kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan masih melekat erat dalam kehidupan kaum muslimin di dunia umumnya dan di Indonesia khususnya.

Apa penyebabnya yang paling penting? Kalau kita menengok sebentar kebelakang, ketika kita membuka kembali “lembaran” perjalanan sejarah umat Islam sejak zaman nabi dan empat khalifah sesudanya SAW (dan kehidupan zaman sahabat tentunya), akan segera diketahui oleh kita rahasia keberhasilan umat Islam yang dibina oleh nabi itu terletak pada kekuatan iman yang tangguh dan kepercayaan kepada kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi SAW. Sudah menjadi keyakinan bersama umat Islam bahwa zaman nabi merupakan zaman terbaik yang pernah lahir kedunia. Meskipun jumlah mereka sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penganut paganism waktu itu, namun mereka dengan sangat gemilang dapat menaklukannya hanya dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun saja.

Fenomena menarik yang dapat diambil pelajaran dari perjalanan sejarah Nabi SAW dan pada sahabatnya adalah fenomena iman. Tulisan pada bagian pertama ini akan difokuskan pada analisis iman yang merupakan fondasi utama dari sebuah bangunan yang akan dibangun (masyarakat Islam). Ibarat sebuah rumah, pertama-tama yang perlu dibangun dan medapat perhatian lebih dari pembangunan itu adalah fondasinya. Oleh karena hal itu akan menentukan kuat tidaknya bangunan tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Begitu juga dengan masyarakat islam yang dibangun oleh Nabi SAW. Bangunan pertama yang diterapkan di Madinah. kepada masyarakat Islam generasi pertama adalah bangunan iman. Bahkan pembangunan iman ini memakan waktu lebih lama dan mendapat perhatian utama dari Nabi disamping membanguan kehidupan social. Faktor iman inilah menurut penulis yang sangat diabaikan oleh para pakar Islam di belahan dunia Indonesia dalam analisisnya. Padahal factor ini yang menurut penulis sangat penting untuk mendapat perhatian lebih dari ulama Islam dewasa ini.

Sejarah mencatat bahwa selama 13 tahun lamanya Muhammad SAW menyebarkan iman kepada penduduk kota Mekkah. Namun dari sekian lamanya hanya beberapa ratus orang saja yang bersedia untuk mengikuti ajaran beliau ini. Kenapa ini sulit dilakukan sehingga orang yang mengikuti beliau saat itu hanya beberapa orang saja dari penduduk Mekkah? Mari kita lihat. Dalam Islam konsep iman menduduki urutan paling utama dan didalamnya terdapat keimanan kepada Allah SWT sekaligus juga keimanan kepada para nabi dan Rasul utusan-Nya. Konsekuensi dari iman seseorang ini adalah adanya kesanggupan diri untuk tunduk patuh pada setiap aturan yang dikeluarkan oleh Allah SWT. Salah satu aturan yang paling prinsip adalah tunduk pula kepada Nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Banyak ayat Al Quran yang menyatakan hal ini.

Satu paket ketaatan yang mutlak ini (taat kepada Allah dan Rasul-Nya) akan mengantarkan seseorang kepada pelepasan keangkuahan yang disebabkan olah atribut kekuasaannya, baik itu kekuasan politik kekuasaan ekonomi maupun kekuasaan akan keagungan diri. Dengan pernyataan bahwa seseorang itu telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka dengan sendirinya dia harus mengakui bahwa tidak ada yang lebih besar selain dari Kebesaran-Nya, tiada yang lebih Agung selain Keagungannya, tiada yang lebih mulia selain Kemuliaan-Nya, selain itu dia juga harus mengakui derajat kemanusiaannya itu merupakan derajat yang egaliter, artinya dia harus mengakui bahwa tidak ada perbedaan antara yang miskin dengan yang kaya. Tidak ada perbedaaan antara jelek dan gagah. Tidak ada perbedaaan antara Arab dan bukan Arab. Tidak ada perbedaaan antara hitam dan putih. Dan seterusnya. Satu-satunya pembeda diantara mereka adalah ketakwaannya kepada Allah SWT.  Inilah barangkali yang membuat tokoh-tokoh Quraisy pada waktu itu enggan bahkan mencemoohkan ajakan nabi SAW. Karena jika mereka mengikuti ajakan iman nabi itu maka dengan sendirinya mereka juga harus mengakui persamaan derajat hidup dengan kaum dhuafa di sekitar kota Mekkah. Hal inilah yang tidak mereka inginkan.

Apa hubungan antara fenomena keterpurukan umat Islam dewasa ini dengan pejuangan nabi mengemban misi iman? Mari kita Lihat kembali. Banyak kelompok ataupun partai politik yang mengusung ideology Islam sebagai basis perjuangannya, dari mulai partai politk Islam moderat sampai ke partai politk islam klasik ikut andil dalam perjuangan pembebasan belenggu keterpurukan umat Islam Indonesia. Sebut saja misalnya PPP, PBB, PKS, PKB dan PAN. Semua partai tersebut mempunyai idiologi dan masa yang sama, yaitu Islam. Sekali lagi,, ISLAM. Akan tetapi kemenangan bagi kelompok umat Islam di Indonesia seakan menjadi sebuah fatamorgana yang tidak pernah nyata. Dari mulai pemilu 1955 sampai pemilu 2009 kekalahan demi kekalahan selalu mendera umat ini. Padahal niat dari semua partai politik Islam itu adalah untuk menolong agama Allah, Islam. Tapi apa yang terjadi? Padahal Allah telah menyatakan didalamAl Quran bahwa siapa yang menolong agama Allah maka Dia juga pasti akan menolong orang itu . Akan tetapi pertolongan Al Hak itu tidak juga kunjung tiba. Padahal umat telah berjuang kurang lebih 64 tahun (1945-2009) untuk membuat Islam jaya di Indonesia ini. Pasti ada yang salah dengan system perjuangan kita dalam mengemban misi Islam. Mari kita renungkan! Ada satu prinsip dasar perjuangan yang dikembangkan oleh Nabi Saw di Mekkah maupun di Madinah yang oleh para peneliti tentang Islam politik di  Indoneisa terabaikan dan belum pernah sama sekali dibahas. Dan disini kita akan membicarakan prinsip dasar itu secara sekilas.

Dalam Islam seperti yang saya jelaskan sekilas di depan mempunyai dua prinsip penting yang memang tidak bisa dipisahkan. Iman kepada Allah dan iman kepada Rasulnya, disamping iman kepada Malaikat, Kitab-kitab yang diturunkan, hari Kiamat, dan Qoda Qodar –Nya, akan mendapat perhatian lebih dalam bahsan ini. Untuk yang disebut pertama (Iman kepada Allah SWT), atau yang biasa disebut tauhid mempuyai tiga indicator yang sudah menjadi satu kesatuan utuh. Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tauhid Asma dan sifat. Pertama tauhid rububiyah. Ini artinya bahwa seseorang harus mempunyai I’tikad yang kuat bahwa hanya Allah sajalah Tuhan yang berhak disembah. Tidak ada tuhan selain Dia. Tidak boleh seorang hamba mencampurkan antara penyembahan Allah dengan penyembahan kepada makhluk. Kedua, tauhid uluhiyah. Dalam hal ini seseorang harus percaya bahwa hanya Allah sajalah sang Pencipta. Tidak ada sekutu bagi Dia dalam hal penciptaan. Ketiga adalah tauhid Asma dan sifat. Dalam hal ini seorang muslim harus mempercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah mempunyai nama-nama dan sifat, yang sesuai dengan keagungan-Nya, yang telah dijelaskan oleh Allah dan Rasulnya melalui hadist sahih.

Konsekkuensi logis dari keimanan seseorang secara sangat sederhana adalah begini: dia harus meridhoi bahwa Allah sebagai tuhannya, Muhammad Saw sebagai nabinya, Al Quran sebagai kitabnya, dan Islam sebagai agamanya. Artinya yang lebih luas disini adalah apabila Rasulullah Saw telah menetapkan dan menjelaskan kepada kita satu masalah, maka sudah seharusnya seorang muslim dengan ketundukan dan kepatuhan yang sempurna mentaatinya. Sehingga ia lebih mengutamakan Rasul daripada dirinya sendiri. Hanya mencari hidayah dari sabda-sabda beliau. Hanya berhukum kepada beliau. Tidak rela berhukum kepada selain beliau. Baik dalam masalah asma dan sifat Allah dan tidak pula dalam masalah hakekat keimanan dan tingkatan-tingkatannya. Tidak pula dalam masalah hukum yang lahir maupun yang batin. Ia tidak rela berhukum kepada selain beliau.

Adapun meridoi Islam sebagai Agamanya adalah jika Islam telah berkata, menghukumi, memerintah, atau melarang maka ia ridho selapang-lapangnya. Tidak tersisa didalam hatinya rasa keberatan terhadap hukumnya. Dan menerima secara bulat. Meskipun itu bertentangan dengan dirinya dan kemauan hawa nafsunya. Atau bertentangan dengan perkataan orang yang diikutinya, gurunya atau kelompoknya . Karena hanya dengan prinsip inilah jalan keselamatan akan diraih.  Seorang muslim harus mempunyai keyakinan yang kokoh tentang hal ini. Dan perlu diketahui oleh siding pembaca yang beriman, bahwa memang jalan keselamatan itu hanya satu. Tidak bercabang. Allah berfirman:
“Mereka itulah golongan Allah. Ketahilah,bahwa sesungguhya golongan Allah itulah golongan yang beruntung” (QS. 58: 22)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra ia berkata “suatu hari Rasulullah menarik garis lurus kemudian berkata: “ini adalah jalan Allah”. Kemudian menarik garis ke kanan dan ke kiri dari garis lurus itu, kemudian berkata lagi:”ini adalah jalan-jalan lain. Dipangkal setiap jalan tersebut terdapat setan yang mengajak kepadanya”. Kemudian beliau membaca ayat:” dan (bahwa yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya” (QS 6: 153).

Dari hadist tersebut dengan gamblang dapat diketahui bahwa jalan kebenaran itu hanya satu. Tidak ada jalan lain selain jalan yang telah Rasulullah tetapkan. Masalahnya sekarang adalah manakah jalan yang lurus itu? Jalan yang telah mendapat “stempel” dari Rasulullah Saw? Pertanyaan ini penting untuk diajukan mengingat kelompok Islam ataupun Partai politik berbasis Islam (dan berideologi Islam tentunya) mengaku berlandaskan pada Al Quran dan Sunnah Saw. Dimana telah diketahui oleh kelompok Islam semua bahwa jalan keselamatan itu adalah jalan yang didalamnya ada pedoman Quran dan sunnahnya. Akan tetapi, logika sederhana dari itu semua adalah kenapa tiap kelompok selalu berbeda-beda prinsip maupun prakteknya? Bukankah dasar pedoman mereka sama, yaitu Quran dan Sunnah Saw. Ada apa sesungguhnya dengan umat Islam ini? Semua mengaku berhukum dengan hukum quran dan sunnah, akan tetapi semua berbeda? Ada apa dengan umat Islam ini? Pasti ada yang kurang dengan pedoman mereka itu.

Menurut penulis faktor yang membuat mereka berbeda itu adalah kelalaian mereka terhadap factor yang yang ketiga, yang mana hal itu disebutkan juga dalam Al Quran dan Assunnah, yaitu pemahaman al quran dan sunnah berdasarkan pemahaman salafus saleh. Factor inilah yang membuat mereka berbeda-beda dalam memahami al Quran dan Sunnah Saw. Kenapa factor ini? Karena, sebagaimana kita ketahui bahwa metode manusia dalam memahami keduanya (Al Quran dan sunnah) berbeda-beda, ada yang benar dan ada yang salah sehingga menimbulkan fenomena seperti sekarang ini (umat berbeda-beda). Dan seandainya cara memahami sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat nabi, niscaya perbedaan itu akan hilang dengan sendirinya. Para sahabat adalah mereka yang mengetahui betul tafsir shahih tentang Al Quran dan maksud dari sebuah ayat, juga paling mengetahui sunnah-sunah nabi Saw. oleh karena itu setiap orang yang paling mengetahui kebenaran dan berkomitmen untuk mengikutinya tentu paling berhak berada diatas shirathal mustaqim. Sudah tidak diragukan lagi bahwa yang paling berhak disifati demikian adalah para sahabat nabi saw ketimbang kaum Rhafidhah. Sebagaimana dikatakan oleh sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra ketika dia berkata:

“barangsiapa diantara kamu ingin mengikuti sunah (Nabi Saw), maka ikutilah sunnah orang-orang yang telah meninggal (para sahabat). Karena orang yang masih hidup tidak ada jaminan selamat dari fitnah (kesesatan). Mereka adalah sahabat Muhammad Saw. Mereka adalah generasi terbaik umat ini. Generasi yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ngada, kaum yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, perpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kamu. Karena mereka adalah generasi yang berada di atas shirathal Mustaqim” . Beliau juga melanjutkan dengan perkataan : “Sesungguhnya Allah SWT melihat hati para hamba-Nya. Dan Allah melihat hati Muhammad Saw adalah sebaik-baik hati hamba-Nya. Allah memilihnya untuk dirinya dan mengutusnya dengan membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamaba setelah Muhammad Saw. Allah dapati hati sahabat-sahabat adalah sebaik-baik hati para hamba. Maka Allah mengangkat mereka sebagai wazir (pembantu) nabi-Nya, berperang demi membela agama-Nya. Maka apa-apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (sahabat Nabi Saw) pasti baik di sisi Allah SWT. Dan apa-apa yang dipandang buruk oleh mereka buruk juga di sisi Allah".

Oleh karena itu langkah terbaik untuk menyatukan perbedaan ini adalah dengan meneladani generasi terbaik umat ini dalam memahami Al Quran dan Sunnah Nabi Saw. Tidak akan tersesat umat Islam selama berpedoman pada jejak sahabat dala memahami Al Quran dan Sunnah Nabi Saw.

Dalam hal ini bukan maksud saya untuk menghakimi bahwa tidak boleh menggunakan akal dalam agama. Bukan pula maksud saya untuk menentang tiap metodologi dalam memahami Al Quran dan Assunnah. Akan tetapi hendaknya tiap orang muslim mendahulukan agama dari dirinya sendiri. Dan mengikuti keteladanan para sahabat merupakan agama, dan ini diperintah Allah SWT. Harus diingat selalu oleh tiap muslim, apabila Allah, Rasulullah, dan Islam telah berkata maka pantang bagi dia untuk membuat pilihan diluar yang telah ditetapkan itu.

Kembali kepada faktor yang ketiga itu. Surat Al Fatihah secara gamblang telah menjelaskan pula kepada kita factor yang ketiga itu. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Ayat ini mencakup factor pertama dan kedua yaitu Al Quran da Assunah, sebagaimana telah dijelaskan diatas. Dan firman Allah selanjutnya: “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” . Ayat ini mencakup factor ketiga tersebut. Yaitu merujuk kepada pemahaman salafus saleh dalam meniti jalan yang lurus itu . Bagi umat Muhammad yang telah dan akan mendapatkan kerihaan dari Allah maka itu disebabkan karena mereka mengikuti para sahabat dalam memahami Al Quran dan Sunnah Saw. Allah SWT berfirman didalam Al Quran:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah” (QS, 9: 100).

8 komentar:

  1. ISLAM kalah karena tidak diterapkan bos, dan malah banyak yg OMDO doang...hihihi

    ReplyDelete
  2. Terima kasih kommentnya..Lanjut diskusinya..

    ReplyDelete
  3. Salah satu caranya biar Islam maju dalam semua sisi adalah Islam harus terbuka dan maju pemikirannya. Mampu mendobrak tabu konvensional yang tidak punya dasar hukum dalam Islam itu sendiri semisal bidah..Melek pengetahuan dan teknologi

    ReplyDelete
  4. islam yg sekarang tetap islam yg dulu,,hanya ummatnya yg berubah,,karena mengikuti perkembangan zaman...
    banyak juga yg salah mengartikan malah berujung pada kesesatan.

    yg jelas islam itu adalah agama yg damai..
    toleransi dan bersaudara..

    ReplyDelete
  5. kenapa ya???

    http://klinik-obat.com/2012/01/21/obat-tradisional-stroke/

    refialiyefi.blogspot.com

    ReplyDelete
  6. islam kalah karena parapemimpinya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya

    ReplyDelete
  7. Itu PR kita semua..Ayo lanjut diskusinya..

    ReplyDelete
  8. Assalamualaikum, , , klo menurut saya,, Islam ga maju karena umatnya sendiri menolak syariat islam :D

    ReplyDelete