Terorisme dan Tercabiknya Rasa Aman

Oleh : Subhan Agung

Lagi-lagi bom meledak di negeri tercinta ini. Kali ini giliran kota Cirebon yang menjadi target pengeboman, apalagi dari alat bukti sementara dan ciri korban, diduga kuat dilakukan dengan cara bom bunuh diri. Kejadian ini sangat mengejutkan karena dilakukan di kompleks "kandang" polisi Indonesia Cirebon, tentang hal ini, berita lengkapnya silakan lihat di kompas.com. Kejadian ini untuk kesekian kalinya membuat sebagian besar bangsa Indonesia "geram" dan khawatir akan adanya ledakan bom susulan yang tentunya membahayakan keselamatan diri dan keluarganya.

Kalau kita melihat histori peristiwa, ulah teroris ini bisa dikatakan merupakan rangkaian movement yang terorganisir dalam membuat kekacauan di negeri ini. Ulah yang dilakukan mulai dari cara-cara konvensional, peledakan bom di tempat-tempat keramaian, bom bunuh diri di tempat keramaian dan strategis, teror dengan modus pencurian bank sampai yang paling mutakhir dengan cara-cara lebih halus semisal bom buku. Satu hal yang pasti terorisme di Indonesia dibangun lewat jaringan yang sangat terorganisir. Karena hanya dengan jaringan dan rencana yang terorganisirlah cara-cara teror yang sudah terjadi di negeri ini bisa dilakukan. 

Secara konsepsi, teroris diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh orang, atau pihak tertentu terhadap pihak lain atau kelompok lain tanpa pandang bulu yang berada di satu tempat atau lokasi tertentu (undiscriminated target) dengan tujuan untuk menebar rasa takut, membuat kekacauan dan hilangnya rasa aman. Siapapun, kelompok manapun, organisasi atau pihak yang melakukan tindakan menebar ketakutan dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas dikategorikan sebagai tindakan terorisme. Khusus apa yang pernah dikatakan bapak mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (saat itu Kapolri) yang menyampaikan ke media-media saat itu di mana ada suatu pola baru teroris dalam melakukan terornya, yakni langsung melakukan teror dengan target pembunuhan para pemimpin pemerintahan. Pernyataan ini tentunya janggal dan tentu saja saya tidak sependapat dikarenakan pemahaman teroris adalah undiscriminated target, artinya siapapun yang berada dilokasi kejadian menjadi terget, tidak pada orang per orang. Kasus rencana teror, penyiksaan, pembunuhan terhadap seseorang termasuk tokoh-tokoh negara bukanlah tindakan terorisme, tetapi disebut tindakan assasination. Pemahaman ini penting dalam konteks politik keamanan negeri ini.

Dalam mengantisipasi dan menumpas terorisme polisi memang bergerak cepat, bahkan selalu mampu menangkap pelaku, menggerek persembunyian dan menggagalkan sejumlah rencana pengeboman di negeri ini. Sejumlah tokoh teroris yang disegani semisal Nurdin M. Top berhasil dibunuh, bahkan kabarnya teroris yang disebut-sebut lebih berbahaya dari Nurdin semisal Umar Patek pun berhasil dilumpuhkan di Afganistan. Prestasi ini memang layak diacungi jempol, namun rasa aman yang diidam-idamkan tidak juga kita raih, karena ternyata dengan keberhasilan tersebut teror demi teror terus berlanjut. Teroris di negeri ini bagai mati satu tumbuh seribu. 

Kejadian meledaknya bom di jantungnya markas kepolisian memberi kekhawatiran baru bagi rakyat saat ini. Peristiwa tersebut menggambarkan paling tidak tiga hal penting : pertama, terorisme di Indonesia semakin terorganisir dan semakin nekad, terbukti kejadian tersebut dilakukan di markas kepolisian, di siang bolong tanpa ada rasa kemanusiaan sekalipun. Kedua, peristiwa ini membuktikan teroris tidak identik dengan Islam seperti yang menjadi tendensi selama ini. Dimana pelakunya nota bene beragama Islam dengan target orang-orang Barat atau yang mereka pro Barat. Kasus di Cirebon justru pengeboman dilakukan di dalam mesjid ketika sedang melaksanakan ibadah shalat Jum'at. Teroris yang selama ini terkait dengan aliran Islam garis keras memang menjadi fakta tersendiri, namun hal ini tidak bisa mewakili Islam secara keseluruhan. Ketiga, menandakan lemahnya strategi sistem keamanan preventif kita. Polisi Indonesia akan bergerak cepat dan melakukan penyisiran besar-besaran kalau sudah terjadi kejadian. Kedepannya Polri perlu mencari formula keamanan preventif dan bagaimana melibatkan pihak masyarakat (LSM) dalam merehabilitasi para teroris yang masih bisa dirubah main-set berfikirnya.

Semoga dengan kesigapan petugas dan kepedulian semua pihak, termasuk elemen-elemen masyarakat dalam menumpas segala bentuk terorisme dengan berbagai cara yang canggih dapat "melumpuhkan" gerakan teroris di bumi pertiwi. Jika teror tidak ada, maka rakyat, pemerintah --kita semua-- akan merasa aman dalam membangun negara ini. Rakyat tidak dihantui teror yang membahayakan diri dan keluarganya, apalagi membahayakan nyawanya. Semoga.


Tasikmalaya, 16 April 2011

Sumber Gambar Ilustrasi :
http://indonesia-equal-life.blogspot.com/2009/07/serangan-bom-bunuh-diri-di-hotel-jw.html

1 komentar: