Empat Pertanyaan Sang Imam


Pada suatu ketika Imam Ghazali menyampaikan beberapa pertanyaan kepada murid-muridnya. Pertanyaan-pertanyaan itu sangat sederhana tetapi dari pertanyaan itu munculah jawaban yang syarat akan ilmu, syarat akan perenungan dan motivasi. Mari kita merenungi pertanyaan dan jawaban Sang Imam, barangkali dari empat pertanyaan Sang Imam, kita bisa bermuhasabah.
 
Sang Imam bertanya, “apa yang paling besar didunia ini?’. Kalau kita menganggap yang paling besar didunia ini adalah gunung, matahari, atau lautan, ternyata salah. Sang Imam menjawab, yang paling besar dibumi adalah “hawa nafsu”. Ya, hawa nafsu! Terkadang hawa nafsu-lah yang selalu menguasai hati dan diri manusia, hawa nafsu-lah yang membuat hati merasa selalu kurang, merasa selalu ingin lebih. Sepanjang manusia hidup, hawa nafsu dalam diri manusia akan selalu bercokol. Hawa nafsu akan menggiring manusia pada dosa dan maksiat. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Q.S. Al-Furqon 43.).

Pertanyaan kedua Sang Imam, “apa yang paling berat didunia?”. Kalau kita menganggap yang paling berat didunia baja, besi, atau gajah, ternyata salah, Sang Imam menjawab yang paling berat didunia ini adalah “amanah”. Kedudukan amanah sangat berat perhitungannya, oleh sebab itu orang yang selalu menyalahgunakan amanah disebut dengan orang munafik. Salah satu amanah yang paling besar pertanggungjawabannya dihadapan Alloh SWT adalah amanah kepemimpinan, maka sungguh ironis bila sekarang ini orang-orang berebut ingin menjadi pemimpin, pejabat atau wakil rakyat, padahal ketiga jabatan itu adalah amanah yang paling besar pertanggung-jawabannya. Bisa dibayangkan bila amanah kepemimpinan diemban, tetapi amanah itu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Dari Abu Dzar dia berkata, saya bertanya kepada Rasululloh, “wahai Rasululloh apakah anda tidak hendak mengangkatku suatu jabatan pemerintahan?”. Lalu beliau menepuk bahuku seraya berkata, “ hai Abu Dzar sesungguhnya engkau ini lemah dan sesungguhnya pekerjaan itu adalah amanah , yang pada hari kiamat kelak dipertanggung-jawabkan dengan resiko penuh kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang-orang yang memenuhi syarat dan melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik”. (H.R Muslim).

Pertanyaan ketiga Sang Imam, “apa yang paling ringan didunia ini?”. Kalau kita menganggap jawabannya itu adalah kapas, debu, angin, atau daun, jawabannya salah. Sang Imam menjawab bahwa yang paling ringan didunia ini adalah “meninggalkan sholat”. Terkadang kesibukan dan kelelahan selalu dijadikan pembenaran manusia untuk meninggalkan atau mengakhirkan waktu sholat. Pekerjaan atau kelelahan dianggap sebagai sesuatu hal yang berat yang meringankan ibadah sholat. angin atau daun. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60).

Pertanyaan terakhir sang imam, “apa yang paling tajam didunia ini?”, pedang, silet dan belati adalah jawaban yang tidak tepat, sebab Sang Imam menjawab, bahwa yang paling tajam didunia ini adalah “lidah manusia”. Pepatah mengatakan “lidah tak bertulang”. Lidah adalah sebuah simbolisasi dari lisan atau ucapan manusia. Lisan adalah salah satu sumber pahala, tetapi lisan juga bisa menjadi sumber petaka baik bagi orang lain ataupun diri sendiri. Lisan bisa menunjukan kalau hati kita mengidap “penyakit”. Ungkapan iri, dengki, hasud, fitnah, ghibah atau marah bisa terucap dari lisan. Dan tidakkah nanti seseorang akan diseret ke neraka dengan wajah-wajah mereka (di tanah), terkecuali itu karena ulah lidah-lidah mereka “ (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).

wallahualam bishawab

Ditulis oleh : Rino Sundawa Putra, Imam Mushola FISIP Universitas Siliwangi 
Sumber Gambar : Muslimologi





1 komentar: