Menantikan Pemimpin Hebat Indonesia
Oleh : Subhan Agung[1]
Tulisan ini saya buat hanya sebagai perenungan dalam menyambut Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2012 mendatang. Tidak terasa
Indonesia sampai saat ini sudah bertahan selama 67 tahun sebagai
negara. Satu rentang waktu yang cukup panjang dengan dinamika
naik-turun, dan penuh onak duri menjalaninya. Dalam rentang waktu
tersebut banyak hal yang sudah dicapai sebagai bangsa Modern, namun
tidak kurang juga menyisakan persoalan serius yang tidak kunjung selesai
hingga hari ini. Satu persoalan serius misalnya bermuara pada krisis
kepercayaan kepemimpinan dan ancaman kemerdekaan wilayah (separatis).
Di usianya yang mulai menginjak
“kematangan” sebagai sebuah negara, Indonesia seharusnya berpotensi
menjadi negara besar, bahkan menjadi kekuatan utama dunia. Hal tersebut
tidaklah berlebihan, karena yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut, semuanya tersedia dalam negara ini. Sumber daya manusia yang
besar, ditambah limpahan sumber daya alam. Negara kita bahkan
disebut-sebut sebagai salah satu negara yang menyimpan kekayaan sumber
daya alam paling melimpah di dunia. Namun yang terjadi malahan
sebaliknya. Negara ini banyak didikte, dikuasai sumber daya alam dan
manusianya oleh kepentingan asing, pendidikan yang didikte Barat dan
banyak hal lainnya. Kita sering dengar hal ini dari para ekonom kita
yang kritis, bahwa hal ini merupakan “penjajahan” gaya baru terhadap
negara kita, namun mereka tidak dapat berbuat banyak.
Muncul dan Tenggelamnya Negara
Dalam konteks tulisan pengantar di atas, pilihan bagi bangsa dan negara ini menurut saya hanya ada dua : yakni : pertama, terus bertahan seperti ini dan tinggal menunggu kehancuran. Menjadi “kerbau” yang diatur oleh “bocah angon”, besar namun kehilangan kekuatan, hidup dalam jajahan ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan lainnya. Kedua, bangkit menjadi kekuatan yang diperhitungkan dunia, bahkan menjadi “raksasa” yang mampu mengayomi dunia.
Memang kedua pilihan tersebut pada
akhirnya tetap akan menemui masa kemunduran bahkan kehancuran. Karena
kita tahu, aksioma dalam politik, bahwa sebuah bangsa dan negara selalu
muncul tenggelam, mengalami perkembangan, kejayaan, kemudian hancur
digantikan bangsa atau negara lain.
Jika kita mau melakukan kontemplasi atas
pola muncul dan tenggelamnya negara di masa lampau, kemunculan sebuah
negara atau kerajaan selalui ditandai oleh fase-fase tertentu. Fase
tersebut basanya diawali dengan kemunculan, perkembangan, kemegahan
(masa keemasan), kemunduran, kemudian fase kehancuran. Kehancuran dapat
terjadi karena perang, pengkeroposan dari dalam (konflik dari dalam),
bisa juga karena bencana alam yang melenyapkan bangsa dan peradaban
tersebut.
Dari fase-fase tersebut selalu muncul
tokoh penting (elit politik) yang memegang peranan. Pada fase
kemunculan, biasanya tampil seorang pendiri (deklalator) dari dinasti
atau negara tersebut, di masa-masa keemasan juga muncul pemimpin
fenomenal yang mampu menjadikan negara besar (baik yang disegani dalam
angkatan perang, rakyatnya makmur, pesatnya pembangunan sarana negara
dan masyarakat, maupun hal-hal lain tergantung bentuk negaranya). Masa
keemasan pada akhirnya juga akan sirna diganti masa kemunduran yang
ditentukan juga oleh pemimpin yang tidak cakap, tidak disukai rakyat
ataupun krisis multidimensi yang menyebabkan negara tersebut mudah
dikuasai bangsa lain, baik secara fisik, maupun secara halus dengan
mendiktenya diberbagai bidang.
Sebagai contoh munculnya kejayaan Yunani
dan Romawi Kuno, Mesir Kuno, Cina Kuno, Persia, bahkan Dinasti Islam di
Damaskus dan Bagdad. Di Indonesia paling tidak kita mengenal Kerajaan
yang dianggap pernah besar pada zamannya semisal Tarumanagara, kemudian
Sriwijaya dan Majapahit. Semuanya harus tenggelam dengan menyisakan
peradaban yang dapat kita saksikan sampai saat ini. Dibalik
bangsa-bangsa besar penakluk tersebut kita mengenal tokoh-tokohnya
semisal Fir’aun Ramses, Alexander The Great, Umar Bin Abdul
Azis, Harun Al-Rasyid, Purnawarman, Maharaja Balaputradewa sampai Prabu
Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Madanya dan masih banyak nama-nama
lainnya.
Indonesia : Menuju Keemasan atau Kehancuran?
Dari uraian di atas terlihat ada tiga
fase utama dalam proses muncul dan tenggelamnya sebuah bangsa dan
negara, yakni masa pendirian, masa keemasan dan masa kehancuran. Jika
kita mengidentifikasi fase Indonesia saat ini, dimanakah fase yang
paling cocok bagi kita?. Jawabannya tentu tergantung standar atau
batasan yang kita buat sendiri. Dapat dikatakan sekarang merupakan masa
kehancuran, untuk kemudian nanti diganti oleh masa negara baru atau
dapat pula sekarang akan berlanjut ke masa keemasan.
Pertanyaan sederhananya apakah kita
sebagai NKRI sudah pernah melalui masa keemasan?. Setiap orang mungkin
memiliki jawaban berbeda. Bagi para penggemar Soeharto, masa rezim ini
dianggap lebih baik dari pada saat ini. Namun sebaliknya bagi para antek
SBY justru sebaliknya, saat ini lebih enak dan nyaman dibanding masa
Orba. Hal tersebut sah-sah saja, namun mengidentifikasi masa keemasan
terdapat pada kedua rezim tersebut sangatlah gegabah, karena kita tahu
rezim-rezim yang pernah berkuasa di Indonesia memiliki “dosa politik”
masing-masing yang sangat sulit untuk dikatakan sebagai masa keemasan.
Padahal masa keemasan selalu ditandai oleh sesuatu yang serba sempurna,
di mana stabilitas negara kuat, raja atau pemimpin sangat dicintai
rakyatnya, ilmu pengetahuan maju pesat, rakyat hidup makmur, sejahtera
berkecukupan, angkatan muliter tangguh yang membuatnya disegani oleh
bangsa-bangsa lain. Betul-betul masa dimana masyarakat sangat bergairah
untuk menjadi rakyat dari sebuah negara. Disisi lain negara juga tidak
betul-betul maksimal dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya.
Dalam masa ini tidak dikenal krisis sama sekali. Dalam bahasa
Machiavelli masa tersebut dikenal republic[2]
Kondisi tersebut biasanya diciptakan
oleh pemimpin super hebat. Pemimpin yang mampu membangun dengan
berjibaku sampai mencapai negara yang sejahtera—bahasanya Kranenburg[3]–. Tentu hal tersebut dapat diciptakan hanya oleh para pemimpin yang hebat, bahasanya penyanyi Iwan Fals[4]
sebagai “manusia setengah dewa”, atau ramalan Jayabaya menyebutnya Ratu
Adil. Di masa-masa Kerajaan Hindu- Budha, pemimpin-pemimpin hebat
tersebut sering dilekatkan dengan kepercayaan bahwa pemimpin merupakan
titisan dewa-dewa, baik dewa perusak maupun dewa pelindung.
Pemimpin hebat yang akan membawa negara
kepada puncak kejayaan merupakan pemimpin yang serba bisa. Tidak ada
alasan pemimpin tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan dalam
negaranya. Disebut “manusia setengah dewa” karena memiliki kemampuan di
atas manusia biasa, pemikirannya meloncat jauh melebihi manusia biasa,
kekuatan problem solvingnya memukau dalam mengatasi berbagai kesulitan negara.
Dalam konteks negara kita saat ini,
apakah pemimpin kita mendekati kualifikasi seperti itu?. Kepemimpinan
nasional saat ini menurut saya sepertinya masih jauh dari kualifikasi
tersebut di atas. Bahkan krisis multidimensi masih kuat terasa.
Pemberantasan korupsi yang gencar, ternyata tidak menurunkan korupsi
yang justru semakin menjamur saat ini, bahkan terjadi dari pusat sampai
ke daerah. Sumber daya alam kita banyak digusur oleh perusahaan
internasional ke luar negeri, tenaga kerja kita merupakan tenaga kerja
murah dan tidak memiliki bargaining yang kuat, sehingga banyak
yang disiksa di luar negeri, pendidikan kita mengacu pada kurikulum
Barat, ukuran kehebatan sebuah universitas saja mengikuti standar Barat.
Akan menjadi kebanggaan jika bersekolah di Barat, bahkan lebih tragis
menjadi agen Barat selepas pulang sekolah. Hal tersebut memang bisa jadi
kebanggaan, namun harus lebih bangga lagi jika sekolah di negeri
sendiri dengan kualitas yang hebat tidak terkalahkan oleh lembaga
pendidikan negeri lain. Hal ini menjadi kritik tersendiri bagi
universitas-universitas kita untuk tidak hanya sekedar mengirim
dosen-dosennya keluar negeri, namun mengirim teori, konsep, gagasan dan
karya hebat ke universitas-universitas lain yang dapat berpengaruh
terhadap peradaban manusia.
Penutup: Menanti “Manusia Setengah Dewa”
Jika mengikuti uaraian saya di atas,
terlihat masih jauh kiranya negara kita dikatakan sebagai masa keemasan.
Namun, sebagai bangsa yang memiliki kekayaan melimpah ruah dan
kuantitas manusia yang banyak, dengan sumber daya manusia berkualitas
berjibun tentunya proses untuk menjadikan Indonesia menjadi negara hebat
menuju keemasan masih terbuka. Profesor Ilmu Politik dari Universitas
Gadjah Mada, Amien Rais dalam banyak kesempatan[5]
sering mengungkapkan bahwa modal Indonesia untuk keluar dari jeratan
“penjajahan gaya baru” ini sangat memadai, bahkan lebih. Jika kita mau,
Indonesia bahkan dapat menjadi super powernya dunia.
Para founding father’s kita
sudah berjuang sekuat tenaga menjadikan Indonesia merdeka harapannya
untuk dilanjutkan menjadi bangsa besar dan berpengaruh di dunia. Satu
hal yang menjadi penyakit kronis bangsa kita saat ini adalah kultur
sebagai bangsa inlander (pribadi yang bodoh, lemah). Pola pikir ini
sangat lama dikondisikan selama ratusan tahun oleh para penjajah dan
sampai sekarang masih membekas. Bangsa kita menjadi bangsa pembebek,
rendah diri, selalu menjadi pengikut trend dari pada trend setter.
Jika kita menginginkan negara kita kita menjadi besar disegani dunia,
kita harus mampu mencitrakan diri kita adalah manusia-manusia terhormat.
Pemimpin hebat akan sangat mungkin lahir
dari “rahim bumi pertiwi” Indonesia ini. Pemimpin yang akan mampu
mengangkat derajat rakyatnya yang biasa didikte menjadi bangsa yang
percaya diri. Yang biasanya jadi buruh kasar, dilecehkan menjadi pekerja
yang terampil dengan penuh harga diri. Pemimpin hebat akan sangat mafhum bahwa
Indonesia sangat kaya raya, tanpa meminjam ke IMF pun Indonesia mampu
hidup bahkan berlebih. Bukankah hal tersebut yang diajarkan oleh
Soekarno, salah satu founding Fathers kita lewat istilah
Berdikarinya?. Bukankah seharusnya kita dapat mendikte Freeport di
Papua, Exxon Mobil di Blok Cepu dan MN’c-MN’c lainnya?. “Manusia
setengah dewa” harusnya mampu mengatasi semua hal itu. Semoga Pemilu
2014 menjadi awal kebangkitan Indonesia ke depan untuk mengkondisikan
Indonesia maju “beberapa langkah” untuk mendekati masa keemasan. Bukan
pemimpin yang dilahirkan dari hasil money politics yang miskin pengetahuan, atau hasil kompromi partai dan kepentingan lainnya, sedang sense of leadershipnya lemah, apalagi mengandalkan popularitas semata. Namun pemimpin yang cerdas, mampu mengelola semua daya indegenousitas Indonesia menjadi bangsa yang mandiri ke depannya. Semoga.
Akhirnya selamat merayakan HUT
Proklamasi Republik Indonesia yang ke- 67 tahun, semoga kita semakin
menyadari arti pentingnya kemerdekaan, tidak hanya secara fisik namun
tidak kalah pentingnya merdeka secara substansi dengan mampu menjadi
negara hebat yang disegani dunia dan membawa kebaikan bagi negara-negara
lainnya, bukan justru didikte oleh negara-negara lain. Amin ya Rabbal’alamin.
Subhan Agung, Tasikmalaya, 11 Agustus 2012
[1] Dosen dan Ketua Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
[2] Lihat Nicollo Machiavelli dalam Discoursi, dalam Deliar Noor, 1998, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Gramedia, Jakarta.
[3] Lihat dalam Kranenburg, R, and Sabaroedin, 1986, the General State Science, Pradnya Paramitha, Jakarta.
[4] Salah satu judul lagu Iwan Fals, Manusia Setengah Dewa, yang maksudnya pemimpin hebat yang diinginkan rakyat.
[5] Videonya dapat dilihat di Youtube http://www.youtube.com/watch?v=lOAS4aXecxk, diakses 11 Agustus 2012 .
Sumber Gambar Ilustrasi :
oh iya lupa saya sob, kan ultah RI ya skrng, yah moga dapat pemimpin yg bijaksana ya sesuai harapan kita
ReplyDeleteHee..semoga saja mas, terima kasih kunjungannya..Semoga bermanfaat..
ReplyDeleteMerdeka......hehe...
ReplyDeletekalau menurut saya,tak ada pemimpin indonesia yang se perfect SOEKARNO....
ohh iya..kunjungan perdana nih sob..salam kenal
sekalian mau minta Follbacknya..hehe..
Nice info gan. Visit back ya :D
ReplyDeleteUntuk saat ini belum ada Manusia Setengah Dewa yang bisa menjadi Panutan dan dapat dipercaya,, Walhasil rakyak pada gak percaya sama pemimpin pemimpin sekarang.. heehe
ReplyDeleteoia terimakasih atas kunjungannya , ini kunjungan baliknya :D