Gerbang Desa antara Gagasan dan Kondisi Faktual
Kabupaten Tasikmalaya memiliki visi
pembangunan pada tahun 2011-2015 adalah : “Mewujudkan Kabupaten
Tasikmalaya yang Religius Islami, Unggul dan Mandiri Berbasis
Perdesaan”. Visi tersebut ditunjang dengan 4 misi nya, yaitu : 1.
Mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, berakhlaqulkarimah,
berkualitas dan mandiri, 2. Mewujudkan perekonomian yang tangguh
berbasis perdesaan dengan keunggulan agribisnis, 3. Mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik (good governance), 4. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas insfrastruktur wilayah berbasis tata ruang yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkan visi misi tersebut
tentunya diperlukan kerja keras dari segenap jajaran pemerintahan
Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu usaha mempercepat proses pembangunan
di wilayah ini adalah dengan Gerakan Bangun Desa (Gerbang Desa). Nama
Gerbang Desa sesungguhnya bukanlah istilah baru atau bukan sesuatu
konsep percepatan pembangunan yang baru. Istilah tersebut sudah banyak
dipakai oleh pemerintah daerah lain, lembaga swadaya masyarakat dan
lain–lain. Seperti di Bogor, Gerbang Desa merupakan nama dari sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada (1). Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Desa, dan (2). Pemberdayaan Pemuda Desa. Gerbang Desa
Hillifalago di P. Nias Sumatra, dan masih banyak nama Gerbang Desa di
daerah-daerah lain dengan pola dan pendekatan yang berbeda. Nama
“Gerbang” sering diidentikkan dengan pintu masuk suatu wilayah desa,
kampung, kecamatan atau kabupaten dan tempat-tempat tertentu, bahkan
digunakan sebagai Gapura atau Kaca-kaca (Sunda) yang memberi ciri, tanda
kepada pihak lain yang akan memasuki daerah, wilayah, kawasan yang
menjadi tujuan. Gerbang dimaknai juga sebagai pintu.
Gerbang Desa yang diusung oleh Bupati
dan Wakil Bupati terpilih UU Ruzhanul ‘ulum-Ade Sugianto pada Pemilukada
Kabupaten Tasikmalaya 2011, terinspirasi oleh fakta dan data di
lapangan khususnya daerah pedesaan di wilayah Kabupaten Tasikmalaya,
yang belum tersentuh oleh pembangunan, baik infra struktur perhubungan,
perekonomian rakyat pedesaan, pendidikan, pertanian, dan sebagainya.
Kondisi tersebut menyadarkan kepada kita, seluruh komponen masyarakat,
aparat pemerintahan daerah atau desa, dan pribadi H. UU sebagai salah
seorang kandidat Bupati pada waktu itu, untuk mencanangkan program
percepatan pembangunan di daerah pedesaan. Program dimaksud diberi nama
Gerakan Bangun Desa (Gerbang Desa). Gerakan ini menjadi produk unggulan
yang akan dijual pada Pemilukada 2011. Pada awalnya gerakan ini
disosialisasikan dan dilakukan oleh H. UU dan sejumlah pemuka
agama/masyarakat dan alumni Ponpes Miftahud Huda Manonjaya yang tersebar
di seluruh wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
Sebenarnya yang melatarbelakangi
gerakan-gerakan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia, lebih
ditekankan pada kondisi riil di berbagai daerah, terutama yang berkaitan
dengan kemiskinan, seperti yang diyakni Mawardie, bahwa sebagian besar
masyarakat miskin berada di desa, oleh karena itu, pembangunan sudah
sewajarnya difokuskan di desa sebagai upaya mengatasi kemiskinan.
Pembangunan selama ini, lebih banyak di arahkan di kota, hal ini
menyebabkan aktivitas perekonomian berpusat di kota. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya migrasi dari desa ke kota. Masyarakat desa dengan
segala keterbatasan pindah ke kota mengadu nasib dan sebagian besar
dari mereka menjadi persoalan besar di kota.
Di sisi lain, kondisi di desa tidak
tersentuh pembangunan secara utuh, infrastruktur dasar tidak terpenuhi,
aktivitas ekonomi sangat rendah, peluang usaha juga rendah, sarana
pendidikan terbatas, sebagian besar baru terpenuhi untuk sekolah dasar
saja. Kondisi ini menyebabkan tidak ada pilihan lain bagi masyarakat
desa untuk merubah nasibnya, yaitu dengan merantau ke kota. Pada
kenyataannya, seluruh potensi sumber daya alam, sebagai raw material
aktivitas penunjang perekonomian bisa dilaksanakan tanpa ada support
bahan baku yang diproduksi di desa. Kondisi ini yang harus segera
diselesaikan melalui strategi pembangunan desa yang tepat dan
teritegrasi.
Fakta lain memperlihatkan ekploitasi
sumber daya alam di desa secara besar besaran, dengan tidak mencermati
daya dukung lingkungan serta tidak melibatkan masyarakat setempat,
dengan alasan kemampuan rendah dari masyarakat setempat, menyebabkan
kerusakan lingkungan, baik fisik maupun sosial. Kondisi lingkungan
menjadi rusak, demikian juga terjadi trasformasi kultur secara negatif,
sebagai akibat masuknya para pendatang baru yang menyebabkan strategi
pembangunan dalam mengatasi kemiskinan tidak akan berhasil apabila tidak
diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan yang secara
sadar merubah pola konsumsi masyarakat dan cara-cara produksi yang tidak
menunjang keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Gerakan bangun desa yang diusung H. UU
mendapat repon positif dari sejumlah kalangan, baik di kalangan pemuka
agama khususnya Pesantren yang berafiliasi dengan Miftahul Huda
Manonjaya, kalangan pemuka masyarakat, himpunan alumni Huda,
pemerintahan desa, disisi lain gerakan ini mendapatkan tantangan dari
berbagai pihak terutama rival politiknya, alasannya cukup sederhana
bahwa gerakan tersebut merupakan kampanye terselubung dan mencuri start.
Tantangan tersebut berpengaruh terhadap implementasi gerakan bangun
desa yang dicanangkan H. UU, karena tidak semua kepala desa dalam
proses pencalonan dalam pemilukada, serta tidak semua kepala desa
berafiliasi pada Partai Persatuan Pembangunan. Sehingga pada tataran
operasional gerakan bangunan desa sebelum H. UU menjadi Bupati
Tasikmalaya, mengalami berbagai tantangan dan hambatan, khususnya yang
berhubungan kepentingan kelompok-kelompok tertentu di masyarakat,
pemerintahan desa, lembaga yang ada di desa, perwakilan partai politik
di tingkat desa. Gerakan yang diusung H. UU, adalah tindakan untuk
membantu proses percepatan pembangunan terutama di daerah pedesaan,
membangun komunikasi antara masyarakat desa dengan pemerintah daerah,
membangun komunikasi politik antara rakyat dengan wakilnya di DPRD,
memfasilitasi serta mengakomodir berbagai kebutuhan dan kepentingan
masyarakat desa. Pada tahap awal gerakan ini merupakan seperangkat
gagasan pembangunan desa, terutama desa-desa yang kondisi sosial
ekonominya masih lemah, infra struktur di pedesaan masih lemah.
Menurutnya, untuk menopang Gerbang Desa paling tidak ada lima prioritas
yang musti dikedepankan, yakni: peningkatan jalan desa, Listrik Masuk
Desa, irigasi dan air bersih pedesaan, telekomunikasi dan informasi
masuk desa, dan peningkatan pendapatan aparatur desa.
Pilar-pilar Gerbang Desa seperti
tersebut di atas, tidak akan berhasil jika hanya sebatas jargon politik
semata, konseptualisasi tanpa makna, kurangnya daya dukung sumberdaya
manusia yang professional, sumber biaya yang memadai, koordinasi lintas
sektoral, kerjasama komponen pemerintah daerah dengan lembaga desa dan
masyarakat desa. Oleh karenanya, Gerbang Desa membutuhkan kerjasama dan
peran aktif semua fihak serta dibutuhkan daya dukung regulasi untuk
operasionalisasi gerbang desa. Dalam hubungan ini gerakan bangun desa
secara eksplisit disatukan dalam bentuk rencana strategis pembangunan
Kabupaten Tasikmalaya, atau dalam program percepatan pembangunan yang
memiliki dasar hukum yang kuat. Hal ini dilakukan agar pada tataran
operasionalnya tidak mengalami hambatan atau kendala baik secara teknis
administrative maupun dalam masalah politis, sehingga implementasi
gerbang desa terdapat sinkronisasi dengan program-program lain di
tingkat desa.
Potensi dan Peluang
Wilayah Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah lebih kurang 2.712,52 km2
atau 271.251,71 Ha, adalah wilayah yang sangat luas sebanding dengan
luas wilayah salah satu provinsi di Indonesia yaitu DIY. Secara
Administratif Kabupaten Tasikmalaya terbagi kedalam 39 Kecamatan dan
351 Desa. Secara geografis terletak antara 7002’ – 7050’ LS dan 109097’-108025’
BT, dengan batas-batas wilayah : Sebelah Utara : Kabupaten Ciamis dan
Kota Tasikmalaya Sebelah Timur : Kabupaten Ciamis, Sebelah Selatan :
Samudera Indonesia, Sebelah Barat : Kabupaten Garut . Kondisi topografi
Kabupaten Tasikmalaya berkisar antara 0 – 3.000 m.dpl, secara umum
daerah tersebut dapat dibedakan menurut ketinggiannya, yaitu bagian
utara merupakan wilayah dataran tinggi dan bagian selatan merupakan
wilayah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 – 100 m.dpl.
Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya beriklim tropis, dengan temperatur rata-rata berkisar antara 20o – 34o
C dengan kelembaban udara bervariasi antara 61% – 73%. Curah hujan
rata-rata per bulan 217,195 mm, dengan jumlah hari hujan efektif
sebanyak 84 hari. Wilayah Kabupaten Tasikmalaya berada pada dasar
lekukan terendah dari punggung pegunungan Pulau Jawa dan Gunung
Galunggung sebagai puncaknya, sehingga termasuk pada wilayah tangkapan
hujan. Di Kabupaten Tasikmalaya terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai
(DAS), 36 sumber mata air, 31 situ (danau kecil), bendungan 23 buah dan
368.793 m saluran pembawa air (irigasi). Potensi Hidrografi memberikan
peluang yang besar sebagai modal dasar pembangunan, baik untuk keperluan
air minum, irigasi, pariwisata maupun industri. Sebagai modal dasar
pembangunan, potensi penduduk di Kabupaten Tasikmalaya relatif besar
dengan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa, potensi sumberdaya alam yang
berlimpah memberikan peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat
Kabupaten Tasikmalaya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan
peningkatan pendapatan asli daerah. Jika potensi sumberdaya alam di
kabupaten Tasikmalaya diupayakan secara maksimal akan berdampak pada
percepatan proses pembangunan desa melalui Gerbang Desa.
Beberapa jenis potensi yang dimiliki
Kabupaten Tasikmalaya antara lain sumberdaya bahan galian/mineral, dan
beberapa jenis komoditi perkebunan seperti yang dikutip dari Sumber Data
Dit. Sumberdaya Mineral Bandung dan sumber data lain menyebutkan bahwa
di Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi bahan galian dan mineral
untuk industri yang sangat besar, seperti tersebut di bawah ini;
Tabel 1. Potensi bahan galian dan mineral
No
|
Jenis bahan galian
|
Lokasi
|
Keterangan
|
1 | Perlit | Karangnunggal | Cadangan belum diketahui |
2 | Kaolin | Karaha-Kadipaten, Padawaras, Karangnunggal | Cadangan 1.025.400 ton |
3 | Oniks | Ciharahas, Cigunung | Cadangan belum diketahui |
4 | Belerang | Kawah karaha dan gungung galunggung | Cadangan 29.675 ton (tipe sublimasi 20.000 ton, tipe endapan lumpur 9.675 ton) |
5 | Bentonit | Karangnunggal, |
Tabel 2. Potensi pertanian dan perkebunan di Kabupaten Tasikmalaya
No
|
Jenis
|
Lokasi
|
Kapasitas produksi
|
1 | Karet | Salopa, Cipatujah, Jatiwaras | 1.143,19 ton/tahun |
2 | Cengkeh | Puspahiang, Salawu, Bojonggambir | 32,43 ton/tahun |
3 | Lada | Cipatujah, Karangnunggal, Bojonggambir | 17 ton/tahun |
4 | Nilam | Sukaresik, Pagerageung, Sariwangi, Leuwisari | 90,70 ton/tahun |
5 | Kelapa | Kabupaten Tasikmalaya | 22.645 ton/tahun |
6 | Kopi | 5.466 ton/tahun | |
7 | Teh | Taraju, Bojonggambir, Sodonghilir, Salawu | 10.264 ton/tahun |
Sumber daya alam yang dimiliki kabupaten
Tasikmalaya seperti tersebut di atas, merupakan nilai-nilai potensial
daerah, nilai-nilai potensial dimaksud perlu ditumbuhkan dan
dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus sebagai
sumber pendapatan asli daerah. Pendekatan kesejahteraan dari aspek
geografi perlu ditunjang oleh pendekatan keamanan, pendekatan keamanan
dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai
potensial tersebut agar dalam eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam
dilakukan secara seimbang antara peningkatan kesejahateraan rakyat
dengan penggalian sumberdaya alam/lingkungan melalui kebijakan
pemerintah daerah yang proporsional.
Gerakan bangun Desa dalam konteks
geografi/wilayah dan lingkungan perlu mendapat perhatian dan dukungan
dari pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat desa dan lembaga-lembaga
yang ada di desa. Perhatian dimaksudkan sebagai upaya semua pihak untuk
memperhatikan faktor-faktor lingkungan alam, lingkungan
manusia/masyarakat sekitar, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan
dalam pengelolaan lingkungan alam.
Dalam pengeloaan sumberdaya alam, maka modal sosial (social capital) sangat
diperlukan, modal sosial yang dimaksud antara lain; gotong royong,
musyawarah, keswadayaan, kearifan local, masalah tersebut menjadi
begitu penting untuk dijadikan alasan dan acuan dasar bagi kehidupan
demokrasi di Indonesia dewasa ini. Lemahnya modal sosial pada gilirannya
juga mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang semakin
jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk
mengatasi persoalannya secara bersama. Gerakan bangun Desa memberikan
solusi terbaik untuk mengeleminir persoalan kehidupan masyarakat yang
mulai mendapat goncangan nilai-nilai dari luar yang masuk di masyarakat
desa.
Kemiskinan dan Masalah Pembangunan Desa
Jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2010 sebanyak 1.676.544 jiwa, terdiri dari pria sebanyak 836.052
jiwa, wanita sebanyak 840.492 jiwa, dengan kepadatan 619 jiwa/km2.
Jumlah penduduk yang besar dari sebuah kabupaten adalah merupakan
potensi bagi daerah yang bersangkutan, namun disisi lain adalah sebuah
masalah bagi pengelola pemerintah daerah. Masalah kependudukan tidak
terlepas dari berapa besar angka kemiskinan, pengangguran, angka
kelahiran, kematian, migrasi penduduk, tenaga kerja dan lapangan kerja,
kesehatan, gizi keluarga dan segudang masalah lainnya.
Hal tersebut tidak mudah bagi seorang
kepala daerah untuk mengakomodir seluruh permasalahan yang dihadapi,
kendatipun demikian jika segala permasalahan dihadapi dengan arif dan
bijaksana, maka permasalahan tersebut lambat laun dapat diatasi dan
diselesaikan. Sosok H. UU menjadi tumpuan harapan masyarakat tatar
Sukapura, dengan program Gerbang Desanya diharapkan mampu mengatasi
segala persoalan yang dihadapi sebagian besar masyarakat yang tersebar
di 351 desa. Persoalan yang paling mendasar adalah kemiskinan yang
tersebar di desa-desa. kondisi ini menjadi pusat perhatian H. UU
sekaligus pekerjaan berat untuk mencarikan solusi yang terbaik bagi
kesejahteraan masyarakat luas.
Kemudian permasalahan yang muncul di
berbagai daerah termasuk di Kabupaten Tasikmalaya adalah seperti
dikemukakan oleh Mawardi ; Pertama; sampai saat ini belum ada
konsep/model pembangunan desa yang dapat menjadi solusi secara optimal
dalam upaya pengentasan kemiskinan di desa; Kedua; pembangunan
desa yang dilaksanakan bersifat sektoral, yang hanya akan memberikan
solusi secara parsial dengan waktu yang bersifat temporer, sehingga
tidak ada jaminan kelangsungan program tersebut. Ketiga;
sumberdaya manusia di desa-desa baik aparat maupun masyarakatnya
memberikan kontribusi besar terhadap melambatnya berbagai upaya
pelaksanaan pembangunan desa itu sendiri. Keempat; keterbatasan
sumber dana, baik dari desa maupun dari Kabupaten, Provinsi dan
Nasional, merupakan faktor lain yang menyebabkan lambatnya proses
pembangunan desa. Disisi lain Anggaran yang disediakan/dialokasikan ke
desa, baik dari Kabupaten, Provinsi maupun dari Nasional, cenderung
bersifat project, bahkan charity, bersifat sesaat dan berdampak pada golongan tertentu saja di desa. Kelima; perencanaan
yang disusun oleh masing-masing desa, walaupun telah melalui suatu
proses yang panjang, yaitu dari Musrenbang, Musrenbangda, (Kabupaten dan
Provinsi) serta Musrenbangnas, tetap tidak menujukan suatu streamline yang jelas serta tidak menujukan keterpaduan program (commited programme).
bahkan pada kebanyakan kasus perencanaan, usulan dari desa sejak di
awal diskusi pada Musrenbangcam, sudah banyak program pembangunan desa
yang ditolak/ditunda atau perlu ditinjau ulang. Keenam; sudut
pandang dari semua pihak terhadap upaya pembangunan desa masih seperti
dulu, yaitu menempatkan desa sebagai suatu objek dengan klasifikasi
rendah, sehingga tidak menjadi prioritas dan bersifat seperlunya saja,
sehingga dengan memformulasikan suatu program yang bersifat charity, dianggap telah memberikan sesuatu manfaat yang sangat besar. Ketujuh; belum
terlihat adanya suatu pemahaman yang menunjukan bahwa desa sebagai
sumber utama pembangunan Nasional, sehingga desa patut menjadi sasaran
utama pembangunan dan harus ditempatkan sebagai partner utama dalam
sistem pembangunan Nasional. Kedelapan; persoalan ketidak
jelasan kewenangan yang ada di Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan
Nasional menyebabkan terdapatnya berbagai kesulitan dalam menyusun dan
mengimplementasi kebijakan Pemerintah Provinsi terhadap upaya
pembangunan desa.
Semoga saja apa yang menjadi visi misi
Kabupaten Tasikmalaya saat ini mampu diderivasikan dalam tingkatan
kehidupan nyata di Tasikmalaya. Sehingga desa sebagai ujung tombak
segala macam pembangunan lebih terangkat dalam berbagai aspek
kehidupannya sesuai dengan konsep Gerbang Desa. Amin ya Rabbal ‘alamin.
[1] Penulis adalah Pembantu Dekan I FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
Sumber Opini : Edi Kusmayadi
Sumber Gambar : Rorompok Fityan
Sumber Opini : Edi Kusmayadi
Sumber Gambar : Rorompok Fityan
0 komentar:
Post a Comment