Tirani Mayoritas di Negeri Sejuta Khazanah

Oleh : Subhan Agung, S.IP, M.A.

Untuk kesekian kalinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa larangan terhadap beredarnya film terbaru sutradara Hanung Bramantyo yang berjudul "?" (sampai 14 April 2011, fatwa belum turun). Larangan tersebut didasarkan pada anggapan MUI (diwakili ketua Pusat Bidang Budaya MUI, KH. Cholil Ridwan) yang melihat adanya unsur ajaran pluralisme sangat kentara dalam film ini. 

MUI menganggap pluralisme sesat dalam pandangan Islam, karena semua agama dipandang sebagai jalan yang sah menuju Tuhan yang sama. menurut MUI Konsep netral agama tak mengenal konsep Tauhid dan Syirik, atau  Kafir sehingga bertolak belakang dengan ajaran Islam. Indikasi ini terlihat  pada narasi di bagian awal, "Semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama : mencari satu hal yang sama dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan. lebih jelas beritanya lihat di http://id.omg.yahoo.com/news/film-ak...p4-445816.html, atau lebih jelas tentang sinopsisnya lihat di Sinopsis ?. 

Memang jauh-jauh hari MUI pernah mengeluarkan fatwa haram terhadap aliran-aliran dan faham semisal pluralisme, sekularisme, dan paham lain yang dianggap menyesatkan, karena senyata-nyatanya menyamakan akidah agama tanpa dasar atau meniadakan agama dalam negara. Fatwa terbaru MUI yang kontroversial adalah fatwa haramnya tentang penghormatan terhadap bendera Merah putih. Pada dasarnya ijtihad para ulama dalam menghukumi satu persoalan perlu dihargai. Namun yang perlu dipertimbangkan dalam menghukumi satu hal adalah adat istiadat setempat (salah satu sumber hukum Islam--urf). Memang urf ini dipakai setelah melalui sumber hukum Islam yang utama yakni firman Allah dan Al-hadits. Namun urf pun jangan sampai ditinggalkan dalam konteks membentuk kondisi sosial yang harmoni dan saling menghormati antar yang berbeda.

Yang terjadi saat ini adalah MUI seolah-olah menganggap yang ada di Indonesia hanya agama Islam. Padahal Indonesia adalah negara paling plural di Indonesia dari semua sisi kehidupan warganya. Tentunya konteks pluralisme bagi saya terbatas pada pergaulan sosial dalam konteks berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini dominasi MUI selama ini lebih mengarah pada Tirani Mayoritas Negara yang sebagian penduduknya kebetulan beragama Islam, terkesan tidak menghiraukan agama dan kepercayaan lainnya yang sebenarnya jauh lebih tua ada di Indonesia.

Sebagai orang yang beragama Islam, saya pun berkeyakinan Islam yang saya pilih adalah terbaik bagi saya dengan segenap pemahaman saya, namun saya sadar di sekitar saya juga ada mereka yang menganggap agamanya yang terbaik baginya. Sebagai orang Sunda saya beranggapan suku Sunda adalah salah satu suku bangsa Indonesia yang memiliki sejarah peradaban mulia di Nusantara ini, namun saya pun sadar di sekitar saya ada mereka yang menganggap suku bangsanya terbaik. Sebagai orang Tasikmalaya saya menganggap kota ini memiliki sejarah dan karakteristik bahasa, budaya maupun fisik yang dapat diunggulkan, namun disisi lain saya juga sadar ada banyak kota di Indonesia yang diunggulkan oleh masyarakatnya. Sebagai orang keturunan Organisasi Masyarakat Nadhatul Ulama saya pun menganggap NU cocok dalam menyalurkan ide-ide dan organisasi kemasyarakatan yang bersifat identitas agama, namun saya sadar banyak disekitar saya mereka juga menganggap organisasi Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dan lainnya juga menganggap organisasi paling cocok bagi mereka masing-masing.

Dalam konteks seperti itu pluralisme yang saya pahami dalam menjaga harmoni dan ketentraman di negeri yang sangat plural seperti Indonesia ini. Menganggap mereka beda dari saya atau kita adalah sesuatu yang wajar terjadi. Dalam kajian politik identitas dan multikulturalisme, hal itu disebut sebagai the other (yang lain yang beda dari kita). Saya tidak mempermasalahkan bagaimana MUI membuat fatwa, namun yang bagi saya janggal dan tidak konsisiten dengan ke-Indonesiaan itu sendiri adalah fatwa-fatwa yang ada selama ini dikeluarkan menunjukkan MUI “menutup mata” dengan semua the other tersebut. MUI terkesan hanya milik agama Islam saja bukan milik Indonesia. Padahal ini yang lambat laun akan memufuk kebencian dari the other tadi. Bagaimana mungkin Majelis Ulama Indonesia (MUI ) yang nota bene "kepunyaan" negara Indonesia mengharamkan "penghormatan" terhadap bendera bangsa Indonesia?. Tidak konsisitenkah ?. 

Sebagai orang Islam saya sangat meyakini hanya Allah SWT yang harus saya sembah, bukan lagi dalam level menghormati. Namun sebagai warga negara Indonesia saya menghargai jasa-jasa para pahlawan yang sudah menegakkan negera ini hingga saya bisa menjalankan keyakinan saya terhadap Allah, berbuat baik terhadap orang tua dan sesama, bekerja dengan tenang, --termasuk seperti dilakukan Hanung Bramantyo di atas--dan kegiatan lainnya tanpa ada yang mengganggu. Bayangkan kalau di sekitar lingkungan kita saling menganggap kita beda (the other) dan menganggap tidak ada yang bisa dipertemukan, hal yang sangat mungkin terjadi adalah permusuhan. Mungkinkah kita akan nyaman mengabdi kepada-Nya?. Bagi saya paham pluralisme dalam konteks tadi justru harus dipupuk dan sangat sejalan dengan Pancasila. Budaya multikulturalisme adalah satu-satunya tawaran untuk keajegan bangsa besar ini. Dengan pandangan multikulturalime inilah setiap agama, suku bangsa, aliran kepercayaan akan dengan bebas menjalankan tetekon (aturan) masing-masing dengan tenang. Semoga sebagai saudara sebangsa kita mampu menciptakan model hubungan sosial yang multikulturalisme tanpa menggadaikan keyakinan masing-masing. Yang mayoritas tidak memaksakan tafsir dan kehendak (tirani mayoritas) yang dapat menebar kebencian minorutas, yang minoritas juga tidak menutup diri untuk dialog dengan yang mayoritas dalam berbangsa dan bernegara. 

Semoga hal ini bisa menjadi masukan berarti bagi semua orang yang peduli akan kedamaian, terutama bagi para pembuat kebijakan dan institusi negara untuk tidak gegabah dalam membuat kebijakan, anjuran termasuk fatwa jika tidak ingin bangsa ini sedikit-demi sedikit memupuk permusuhan yang pada akhirnya menjadi "bom waktu" yang siap menghancurkan Indonesia. Amin.


Subhan Agung, 15 April 2011

Sumber Gambar Ilustrasi : http://shiningallspark.blogspot.com/2010/08/tantangan-pendidikan-multikultur-pada.html

0 komentar:

Post a Comment