Regional Questions : PR Aceh yang Masih Tersisa

 Oleh : Subhan Agung, M.A.

Persoalan Aceh untuk sementara memang selesai dengan kesepakatan bersama antara pemerintah RI dan GAM, bahkan Aceh saat ini menjadi provinsi dengan pembenahan-pembenahan istimewa, seperti adanya partai lokal, Aceh saat ini terlihat “adem ayem” dengan dipimpin oleh seorang mantan petinggi GAM sendiri. Namun satu hal yang tidak bisa dikesampingkan “api dalam sekam” jika pemerintah pusat selama ini menganggap persoalan Aceh selesai tanpa ada upaya menyelesaikan PR pasca konflik. Pertanyaannya benarkah di Aceh saat ini benar-benar aman?

Paling tidak tiga hal yang menjadi pokok perhatian sementara mengenai kemanan di Aceh : pertama, rasa keadilan untuk para korban dan mantan kombatan GAM terkait dengan hak-haknya, baik sebagai warga negara. Kedua, bagaimanakah peristiwa keamanan terkini di Aceh, termasuk apakah masih adanya kekerasan, baik yang terkait dengan GAM ataupun lainnya yang dapat menstimulan munculnya kekecewan baru bagi warga Aceh. Ketiga, dari kondisi kemanan saat ini bagaimana prospek keamanan di Aceh pasca konflik.

Pertanyaan di atas tidak mudah karena membutuhkan data-data yang cukup dalam menganalisis. Pertanyaan pertama terkait erat dengan peristiwa yang terkait dengan terbentuknya rasa aman warga lewat kontak-kontak fisik atau konflik terbuka yang membuat kerisuan dan mengganggu rasa aman warga dan pemerintahan menjadi tidak stabil. Sebagian besar data memang melihat pasca Mou 15  Agustus 2005 Helsinki konflik fisik mulai kurang, bakhan tidak ada, tapi apakah benar tidak ada buktinya  kekerasan itu muncul?. Ingatan kita kemudian disegarkan dengan sejumlah peristiwa penyerangan sejumlah anggota Komite Peralihan Aceh di Atu Lintang akhir Februari 2008. KPA merupakan sebuah institusi yang menyatukan para anggota kombatan GAM di mana anggotanya lebih banyak berasal dari mantan kombatan daripada mereka yang menjadi juru runding GAM itu sendiri. Satu bulan kemudian pada akhir bulan Maret 2008, media kembali memberitakan kasus penembakan anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) oleh anggota KPA[1].

Pertanyaan Kedua, terkait dengan prosfek keamanan di Aceh. Ada sejumlah isu yang menarik dibahas, tentang konflik politik RI-GAM yang termanifest lewat upaya memajukan Aceh, kekhawatiran adanya polisi syariah dan polisi negara serta masih banyak PR yang harus secepatnya diselesaikan, semisal pengusutan kejahatan dalam DOM yang dilakukan para anggota militer, semisal pemerkosaan, pelecehan, dan perilaku asusila lainnya yang sampai sekarang masih belum ada tindak lanjutnya. Salah satu organisasi yang semangat mengusut kejahatan adalah Kontras lewat tokohnya Munir, namun sampai saat ini masih banyak yang terbengkalai. Belum lagi persoalan mereka yang penghidupannya mengalami kesulitan dikarenakan cacat seumur hidup, kehilangan suaminya, anaknya dan lain sebaginya yang sampai saat ini belum mendapat santunan dari pemerintah. Keamanan saat ini memang mulai tercipta, tapi bukannya keamanan tidak hanya itu, tetapi bagaimana kemananan ini menjadi pilar membangun kesejahteraan mereka yang ternyata masih mengkhawatirkan. Di bawah catatan pendek saya ini terdapat lampiran yang merupakan slide presentation kajian tentang Politik Keamanan. Slide tersebut saya presentasikan di depan kelas Kuliah Politik Keamanan dan Pembangunan Pascasarjana Ilmu Politik UGM dengan pengampu bapak Prof. Ichlasul Amal, dkk. 

[1] http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/halaman-depan/10-problematika-keamanan-di-aceh-pasca-mou-helsinki-dan-prospeknya-di-masa-depan

 Lampiran
Keamanan Aceh Pasca Konflik

0 komentar:

Post a Comment