Kelompok Kepentingan ??

Kelompok Kepentingan
(Studi Literatur tentang Interest Groups menurut Barrie Axford[1])

Oleh : 
Subhan Agung


Kata kunci dari kelompok kepentingan menurut Barrie Axford, dkk adalah : (1) adanya sekelompok orang, (2) melakukan aktivitas dengan cara-cara tertentu dan (2) adanya goals. Dalam tulisannya Axford juga menyebutkan bahwa : the term ‘interest groups’ is preferred to the more common ‘pressure groups’, because not all interest groups use pressure tactics and not are political in the received sense of the word. Pernyataan ini menarik untuk dikaji lebih lanjut dan cenderung debatable dalam diskusi politik sebelumnya, dikarenakan dalam pemahamannya Axford memasukkan grup penekan masuk dalam bagian kelompok kepentingan. Artinya kelompok kepentingan lebih umum dari grup penekan, jika kelompok kepentingan melakukan cara-cara dan taktik menekan dalam pencapaian tujuan, posisinya menjadi grup penekan. Hal ini menuai kritik dikarenakan batasan keduanya menjadi sangat sempit dan cenderung menyamakan, hanya beda pada strategi pencapaian tujuan, padahal selama ini konsep keduanya cenderung dibedakan sebagai aktor dalam kajian politik intermediary.
Kelompok kepentingan dibagi ke dalam tiga klasifikasi yakni : pertama, non-assosional, yakni kelompok yang berdasarkan pada etnis, agama, keturunan, gender atau kelas-kelas tertentu dalam masyarakat. Kedua, institusional yakni kelompok kepentingan yang terbentuk dikarenakan hubungan professional, semisal pegawai negeri, ikatan profesi dan lainnya. Ketiga, kelompok asosional yang terbentuk secara voluntir dikarenakan memperjuangkan kepentingan umum (public goods). Selain pemilahan jenis di atas, diskusi juga fokus pada pemilahan 3 jenis kelompok menurut Ralph Nader yakni : (1) sectional groups (terbentuk karena ikatan sektor-sektor tertentu, semisal sektor perburuhan, sektor pertambangan, dan lainnya), (2) promotional groups (didasarkan pada isu-isu spesifik, seperti gender, HAM, hak binatang dan lainnya), (3) social-movement (didasarkan pada collective action dan goals). Titik yang debatable adalah pemilahan social movement yang dalam diskusi ini dianggap menjadi tumpang tindih dengan kelompok-kelompok lainnya yang sudah disebut di atas.
Dalam kajian politik intermediary, berpolitik dalam kelompok cenderung masih dibutuhkan sebagai metode politik modern dalam mengelola kepentingan-kepentingan individu yang tercecer, di mana dalam paradigma pemerintahan yang representatif hal ini sangat dibutuhkan. Satu hal lagi terkait dengan bargaining-position individu yang bergabung dalam kelompok supaya lebih mudah aspirasi individu direspon negara, maka di zaman modern ini semakin sempitnya ruang untuk tidak berkelompok. Kondisi ini biasa disebut sebagai ‘densitas asosiasi’. Di samping pentingnya politik berkelompok, tentunya banyak pandangan yang melihat politik berkelompok tidak efektif, cenderung memperlebar jarak kuat-lemah, devisif (tidak holistic), dan menyebabkan proses kebijakan publik berjalan tertutup, lewat kekuatan lobby ketimbang pengamatan publik.



Referensi Kunci


Barrie Axford, dkk, Politics: An Introduction 2nd Edition.



[1] Dalam Bukunya Politics, halaman 381-397.

0 komentar:

Post a Comment