Vitalisasi Kelembagaan Masyarakat di Desa Purwaraharja Kecamatan Bojonggambir Kab. Tasikmalaya


Oleh : Subhan Agung

Desa atau apapun sebutannya yang sederajat, pada dasarnya merupakan ujung tombak pembangunan Negara (state-building) dan pembangunan bangsa (nation-building). Artinya segala macam persoalan bangsa dan Negara baik yang bersifat fisik maupun non fisik sebenarnya titik pangkalnya ada di desa, sehingga tidak disangkal lagi bagaimana pentingnya peranan pemerintahan desa (kepala desa dan perangkatnya dan BPD) dalam upaya membangun desanya.
Persoalan pembangunan tentu saja bukan hanya tugas pemerintahan desa saja, tapi juga proaktif masyarakat setempat dalam berbagai program desanya. Tapi dalam pembangunan apapun termasuk desa, harus ada martir (panglima) yang mampu menstimulan dan memberdayakan masyarakat dalam upaya pembangunan negara dan bangsa baik yang fisik semisal pembangunan sarana umum, ataupun yang non fisik semisal pemahaman, paradigma, pengetahuan dan lainnya.
Dalam rangka menstimulan proaktif masyarakat dalam pembangunan desanya, Peraturan Pemerintah No. 72/2005 tentang Desa khususnya pasal 89 s.d. 97 sebenarnya sudah memberikan arahan yang positif lewat rekomendasi pembentukan lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakaan ini memiliki tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam pemberdayaan masyarakat desa. Keberadaannya tidaklah wajib di setiap desa, jadi boleh ada boleh tidak tergantung kebutuhan dari masing-masing desa. Lembaga ini standarnya semisal RT, RW, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Lumbung Desa dan atau sebutan lainnya.

Lembaga Masyarakat di Purwaraharja
Di Purwaraharja berdasarkan dokumen dan perbincangan langsung dengan kepala desa, ketua LPM, dan ketua BPD, lembaga kemasyarakatan yang ada standar dengan desa-desa lainnya ada Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Rukun Warga dan Rukun Tetangga. Lembaga-lembaga tersebut keberadaannya diakui kepala desa Purwaraharja lebih bersifat institusional dari pemerintahan di atasnya, yakni intruksi Bupati dalam hal ini. Jadi, keberadaan lembaga-lembaga tersebut tidak berdasarkan kebutuhan local-contain masyarakat setempat, tetapi top down dari pemerintahan di atasnya untuk kepentingan masyarakat desa, sehingga belum tentu lembaga-lembaga tersebut mampu memberdayakan masyarakat dalam pembangunan sebagai mana diharapkan dan menjadi tujuan adanya lembaga kemasyarakatan sesuai PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Kepala desa juga mengungkapkan bahwa adanya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di desa Purwaraharja merupakan intruksi Bupati supaya membentuk lembaga tersebut, tanpa benar-benar ada kajian di setiap desa apakah memang lembaga tersebut dibutuhkan.
Di desa Purwaraharja keberadaan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dinilai masih tumpang tindih dengan fungsi dari pemerintah desa bidang ekonomi dan pemerintahan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang harusnya tidak hanya pemberdayaan masyarakat di bidang fisik saja, tetapi juga non fisik seperti pemberdayaan masyarakat dalam hal merubah pola fikir yang keliru, pendidikan politik dan lainnya. Tetapi dikarenakan arahan dari pemerintah di atasnya yang menyeragamkan local-contain dan kebiasaan di desa, sehingga LPM terjebak pada program dan kerja yang seharusnya sudah dihandle oleh pemerintah desa.
Selain LPM juga ada Majelis Ulama Indonesia di lembaga desa. MUI sebenarnya tidaklah tepat jika disebut lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam PP No.72/2005 tentang Desa, seperti yang sudah disampaikan di atas, karena MUI sebenarnya lembaga yang strukturalnya dari pusat ke daerah memang ada dibentuk oleh pemerintah dan bukan inisiatif dari masyarakat. Realitas itu memang banyak terjadi di desa-desa sebagai dampak dari model top down yang dilakukan pemerintah di atas desa.
Sampai saat ini lembaga yang diharapkan ada sebagai respon masyarakat atas pembangunan di desanya masih belum ada di Desa Purwaraharja, dikarenakan desa konsen pada lembaga-lembaga yang sudah ada seperti dijelaskan di atas. Lembaga Lumbung Desa sebenarnya sudah pernah ada di desa Purwaraharja sekitar tahun 80-an, cuman kepala desa sendiri juga tidak terlalu tahu mengapa lembaga tersebut menghilang atau tepatnya kapan lembaga tersebut dibubarkan. Namun, di desa Purwaraharja saat ini dan sudah berjalan cukup lama ada satu lembaga yang disebut “ Perelek” yang fungsinya menghimpun dana ataupun sumbangan lainnya seperti beras yang sifatnya sukarela dari masyarakat. Hasilnya nanti digunakan untuk berbagai kepentingan masyarakat, terutama di bidang keagamaan, semisal kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), kematian, dan atau kepentingan masyarakat lainnya yang relevan. Lembaga ini dihandle oleh Dewan Kemakmuran Mesjid yang ada di wilayah desa Purwaraharja.

0 komentar:

Post a Comment