Kebebasan dan Elaborasi Budaya
Oleh : Gunawan Adib Achmadi |
|
|
Banyak agenda bangsa yang terbengkalai meski Kebebasan lain yang ternyata juga belum kita gunakan sebagai bangsa merdeka adalah, bebas menentukan pilihan-pilihan sendiri dalam menentukan corak pembangunan dan menentukan arah masa depan bangsa. Kebebasan yang dimaksud adalah menentukan masa depan bangsa sesuai dengan citra nilai, kesejarahan dan budaya yang kita miliki. Sejak
Meniru dunia luar untuk suatu pelajaran tentu bukan suatu kesalahan dan bisa dipahami. Ketika
Dalam perjalanan sejarah, proses elaborasi dari dasar dan bentuk kebangsaan dan kenagaraan kita belum berlangsung secara mendalam. Kita lebih banyak menjalankan ritual kenegaraan sebagaimana negara-negara modern menjalankannya. Walhasil yang tampak dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan kita adalah wajah yang senantiasa compang-camping dan belum menemukan formatnya yang jelas dan mandiri layaknya sebuah bangsa yang memiliki kemerdekaan.
Sejak orde lama, orde baru dan yang mutahir adalah orde reformasi, bangunan kebangsaan dan kenegaraan kita terasa belum mantap. Nation state sebagaimana yang digagas para pendiri bangsa seperti tidak memiliki akar yang kuat dihati rakyat. Meski sekarang konsep demokrasi dijaga dan dikawal oleh banyak cerdik pandai kita, yang untuk sebagiannya menyerap ilmu dari pusat negeri demokrasi, Amerika. Tetap saja kita mendapati tatanan kebangsaan kita masih terasa rapuh. Performa luar kita tampak aneh dilihat. Badan tampak gagah menggunakan jas dan berdasi, tetapi dengan pola pikir tradisional, digunakan untuk mencangkul disawah. Kecenderungan ‘salah tempat’ tersebut bukan sekedar dalam tataran tampilan fisik. Tampilan sosial dan budaya kita dalam berbagai lapangan kehidupan juga sering mengalami hal yang sama.
Di era reformasi misalnya setelah lebih seabad usia bangsa ini merdeka, kita masih menyaksikan parade kebulatan tekad mendukung calon presiden dengan cap jempol darah. Bahkan bukan sekedar orang rela berdarah-darah demi pemimpinnya, tetapi juga ada sebagian masyarakat yang rela menyerahkan jiwa dan raganya untuk membela pemimpinnya. Dalam konsep demokrasi modern fenomena seperti ini sulit dijelaskan. Bagaimana seorang berpartai atau berpolitik yang rasional seperti mereka memeluk agama, sehingga harus disikapi dengan hidup mati. Namun begitulah realitas yang kita hadapi saat ini dan mungkin masih akan berlangsung untuk waktu-waktu mendatang.
Tidak tuntasnya kita melakukan elaborasi nilai dan budaya mengakibatkan kita selalu menggunakan acuan konsep yang datangnya dari luar. Maka ketika konsep itu kita gunakan, dan terutama untuk melihat diri kita sendiri, tampaklah disitu wajah aneh, kusam dan ketinggalan zaman. Kita, karena menggunakan kaca mata orang lain, seringkali menghardik diri sendiri, dan memaksakan kehendak agar kita menjadi orang lain dan tidak bangga dengan diri sendiri. Suatu keinginan yang sampai kapanpun rasanya sulit dilakukan. Yang mungkin terjadi dengan pemaksaan tersebut adalah, kita semakin asing dengan mengikuti acuan orang lain. Dalam hidup keseharian kita sering merasakan keasingan-keasingan itu. Kita lihat perilaku anak-anak muda kita, film atau sinetron kita dan berbagai
Sesungguhnya masalah yang substansial dalam kebangsaan dan kenegaraan kita adalah belum selesainya elaborasi nilai dan sejarah budaya yang kita miliki untuk keperluan-keperluan situasi aktual. Penghadapan dengan modernitas dan arus globalisasi sesungguhnya adalah proses kreativitas yang sumber dan sukucadangnya dari nilai dan kesejarahan yang kita miliki sendiri. Dari sini kita akan tetap menjadi diri kita sendiri. Dari sinilah arti kebebasan sesungguhnya dapat kita miliki. (Adib Achmadi)
Adib Ahmadi adalah mentan ketua HMI Cabang Purwokerto dan sekarang peneliti Masyarakat Transparasi Indonesia (MTI), Jakarta |
Wah Mas Adib, walaupun dikkau dah ngk muda lagi tapi semangat untuk membangun moral dan pola pikir bangsa masih tetap menggelora
ReplyDelete