Ada Gus Dur di Tenabang (TW Juga Ada)

 Oleh : Huzer Apriansyah

Terik siang ibukota, tiga hari jelang hari raya Idul Fitri 2010 lalu. Saya duduk di depan blok A pasar Tenabang, menanti ibu berbelanja. Selintas perhatian saya tertuju pada seorang pedagang kantong plastik yang menggunakan tas kecil yang ia tempeli foto dirinya yang sedang berdiri bersama Gus Dur. Karena tertarik sayapun berusaha berbincang dengan remaja yang nampaknya belum genap 20 tahun itu. Ternyata, foto bersama Gus Dur itu ia dapat ketika mampir ke pondok pesantren yang dipimpin Gus Dur di Ciganjur. Di mata remaja itu, Gus Dur itu legenda. Pemimpin yang paling dekat dengan orang kecil, begitu katanya.

Note : Tulisan ini cukup panjang, bisa jadi membosankan dan butuh “pencernaan” yang dewasa untuk membacanya.. Dipersilahkan kalau mau berhenti sampai titik ini saja. :)

“Kehadiran” Gusdur di Tenabang tidak hanya lewat foto di tas kecil pedagang kantong plastik itu saja. Gus Dur juga menjadikan Tenabang sebagai salah satu obyek humornya. Coba simak humor presiden jenius kita tersebut ;

Pernahlah suatu hari Gus Dur mengundang Presiden Amerika Serikat dan Perancis terbang bersama Gus Dur keliling dunia dengan pesawat kepresidenan RI 1. Boleh dong, memangnya hanya AS dan Prancis saja yang punya pesawat kepresidenan.

Seperti biasa, setiap presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negerinya.

Betul dugaan Gus Dur, tidak lama Presiden Amerika, saat itu, Bill Clinton, mengeluarkan tangannya ke luar pesawat. Sesaat kemudian dia berkata, “Wah kita sedang berada di atas New York.”
“Lho kok bisa tau?” tanya Gus Dur
“Ini patung Liberty saya pegang.”

Presiden Prancis Jacques Chirac tak mau kalah. Dia ikut mengulurkan tangannya ke luar pesawat. “Kita sedang berada di atas Paris,” katanya.
“Wah… kok bisa tau juga?” kata Gus Dur.
“Itu… menara Eiffelnya, saya bisa sentuh.”

Gus Dur panas mendengar kesombongan Clinton dan Chirac. Kali ini giliran Gus Dur yang menjulurkan tangannya.
“Wah… kita sedang berada di atas Tanah Abang,” teriak Gus Dur.
“Lho kok bisa tau?” tanya Clinton dan Chirac heran karena tahu Gus Dur tidak bisa melihat.
“Ini jam tangan saya hilang,” jawab Gus Dur kalem.

(Sumber : Kumpulan humor Gus Dur www.gusdur.net)

Kedekatan orang-orang kecil di Pasar Tenabang, juga Nampak ketika Masjid Pasar Tanah Abang di blok A menggelar pengajian mengenang kepergian Gus Dur, ketika beliau wafat. Bagi banyak orang kecil, Gus Dur memang sosok yang sulit dilupakan. Bagaimana beliau melakukan desakralisasi atas istana. Semua orang bisa masuk istana ketika masa pemerintahan Gus Dur. Istana rakyat, begitu istilah Gus Dur ketika itu.

Ini Tentang Gus Dur dan TW
Lah, lalu apa hubungan judul tulisan ini “Ada Gus Dur di Tenabang” yang seolah menyamai judul reportase Tempo “Ada Tommy di Tenabang ?” pada 3 Maret 2003 (03-03-2003) tanggal penting bagi perjalanan sejarah media di Indonesia itu. Benar, memang ada hubungannya. Gus Dur layaklah kita sebut sebagai presiden pertama republik ini yang secara terbuka dan sangat jelas menyebut Tommy Winata (TW) sebagai pemilik usaha judi dan usaha illegal lainnya.

24 April tahun 2000, di sebuah dialog terbuka di SCTV bersama Karni Ilyas. Terang benerang Gus Dur menunjuk hidung TW sebagai pemilik bisnis judi di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu. Kapolripun diperintahkan segera menutup dan menangkap TW, ketika itu.

Berikut petikan komentar Gus Dur ketika itu
“Itulah yang terjadi hari ini. Saya mendapat laporan bahwa ada pulau di Teluk Jakarta, Pulau Ayer, dipakai untuk perjudian. Karena itu, saya minta kepada Kapolri untuk menutup dan mengenakan tindakan hukum kepada para pelakunya. Ini bukan karena saya setuju atau tidak setuju, tetapi karena itu melanggar undang-undang,”

Disusul dengan pernyataan berikut ; 
“Begitu juga saya dengar, di dekat situ ada kapal laut yang dipakai untuk berjudi. Lagi-lagi ini melanggar hukum, karena ada cukongnya, yaitu Saudara Tommy Winata. Saya minta kepada Jaksa Agung untuk menyita kapal itu dan menangkap Tommy Winata, karena ia melanggar hukum. Kalau kita tidak berani demikian, artinya kita semua bisa dibeli. Karena itu, saya mengharapkan, kita semua tunduk kepada hukum. Idealisme hokum atau institusi akan tegak hanya karena kita laksanakan secara konsekuen secara bersama-sama,”
(Sumber : Baca disini)

Meski kemudian Gus Dur tak mampu menyeret sang taipan ke pengadilan, tapi pernyataan Gus Dur itu telah membuka mata publik. Apa yang terbuka ? ya, kita tahu sama tahu sajalah..Githu saja koq repoot…(pinjam istilah Gus Dur). Di samping itu, ada pula media yang menyatakan Gus Dur mencabut pernyataan tentang TW ini. Ah, saya tak peduli. Karena apa yang sudah terlempar ke publik akan terekam lama, apalagi yang melempar orang sekaliber Gus Dur.

Tulisan ini tentu tak bermaksud membangun opini tentang TW, sama sekali tidak. Sejauh ini, beliau baik dan bersih. Anda tak setuju ? ya terserah anda. Mungkin kalau sebelum melempar pernyataan itu Gus Dur nonton dulu film Year of Dragon yang disutradarai Michael Cimino, mungkin kisahanya bisa lain. Film itu berkisah tentang seorang polisi idealis yang bersih, berjuang melawan triad China di New York yang banyak melakukan kegiatan illegal, mulai dari perjudian, pelacuran, penyelundupan imigran gelap hingga ekspor impor narkoba. Apa daya hingga akhir kisah polisi idealis itu tak berkutik, justru ia kehilangan istri tercintanya. Kekasihnyapun diperkosa. Beruntung Gus Dur hanya kehilangan posisi presiden (ini jelas-jelas cuma becanda saya saja.)

Ilustrasi di atas tak lantas menyimpulkan bahwa TW sama dengan kisah di atas lho..sama sekali saya tak berniat dan tak berani. TW, setahu saya dari media yang menulis kisah sukses dan baik tentangnya. Bahwa Ia adalah sosok yang berjuang keras, jujur dan berkemauan kuat. Itu kunci suksesnya. Jauh dari apa yang dulu dituduhkan Gus Dur. Itu yang saya baca. Kalau anda punya kesimpulan lain, ya itu urusan anda…

1325378859512787729
TW, Menhut dan tim/Antara Foto

Bagaimana mungkin kita menyebut TW itu jahat, ketika ia dengan sungguh-sungguh menyelamatkan hutan dan satwa di Sumatera melalui Artha Graha Peduli. Sudah banyak harimau Sumatera yang dilepas liarkan. Wajar TW sangat akrab dengan menteri Kehutanan, visi mereka sama. Menyelamatkan lingkungan lho…Jangan dikira macam-macam. Kalau anda berpikiran macam-macam, resiko anda tanggung sendiri. Berprasangka buruk pada orang baik itu tak baik dan tak aman.

Banyak sudah kontribusi sang Taipan pada negeri ini. Ia peduli dan perhatian pada nasib negeri ini. Kok bisa-bisanya Gus Dur kelepasan omong ya ? (tar..tar..percaya enggak..percaya enggak..*ngitung kancing baju dulu..) Bahkan kalau saja Gus Dur tahu, sekarang Artha Graha juga punya keinginan menjadi tulang punggung pembangunan jembatan selat Sunda. Luar biasa kan ? Terhubung nantinya Sumatera dan Jawa. Tepatkan visi Sang Taipan, Beberapa pulau di Kepulauan Seribu sudah behasil diberdayakan, hutan di Lampung telah diproteksi ratusan hektare untuk konservasi dan nanti ada jembatan penghubung.

Apa bukan sebuah visi yang luar biasa. Lancarlah lalu lalang apa saja dari dan menuju Jawa ke Sumatera. Masukin apa saja jadi mudah kan ? Tak salah kalau TW kerap disebut pengusaha yang cerdas dan visioner. Jadi, anda salah betul kalau mengira kelancaran transportasi ini berkaitan dengan narkoba atau sejenisnya. Bisalah saya sebut anda keterlaluan.

Ah Gus Dur memang ada-ada saja..Anda tetap setuju dengan Gus Dur, walau saya sudah jelaskan hal ini ? Terserah sajalah, susah memang kalau anda tak mau dibilangin. TW itu bersih. Gak bisa ditawar itu. Lho, koq jadi ngomongin TW..maaf-maaf terbawa judul nih..

Rindu Kami Pada Gus Dur
Kembali ke kisah Gus Dur yang menunjuk hidung TW itu memang tak (belum) terbukti. Saya justru melihat apa yang dilakukan Gus Dur melampaui keberanian dan logika pemimpin pada saat itu. Gus Dur melampaui zaman, begitu kurang lebih. Substansi yang dilakukan Gus Dur adalah sebuah upaya membongkar praktik culas korporasi. Masalah bahwa Gus Dur tak mampu membuktikan itu perkara lain. Tapi bahwa Gus Dur telah mengajarkan kita cara untuk bersikap kritis dan waspada pada siapa saja yang punya banyak uang di atas rata-rata. Kita harus tahu darimana itu uangnya ? Bukan usil tapi waspada.

Di sisi lain, hari ini negeri kita tengah menghadapi potensi kecurangan korporasi yang bermain di pengelolaan sumber daya alam, kehutanan dan juga perikanan. Mengapa saya baru berani menyebut potensi. Karena tak ada bukti. Hanya ada indikasi.

Tulisan ini sejatinya, saya publish dua hari lalu ketika kita mengenang dua tahun wafatnya Gus Dur, tapi karena butuh menimbang-bimbang banyak hal, ya jadilah baru sekarang keberanian itu terkumpul untuk mempublikasikan tulisan ini. Banyak orang menulis Gus Dur dengan berbagai perspektif hidupnya. Tapi mungkin kita lupa menuliskan kembali bahwa Gus Dur pernah begitu garang pada Tommy Winata. Ada apa dengan kegarangan itu ? ya hanya Gus Dur dan Tuhanlah yang tahu.

Tapi, Gus Dur mengajarkan kita untuk tak pernah tunduk dan takut pada kekuatan sebesar apapun. Selama itu bukan kekuatan Tuhan. Mungkin spirit itu pula yang membuat Tempo berani menerbitkan “Ada Tommy di Tenabang?”. Sebuah reportase legendaris yang akan dikenang sepanjang masa oleh dunia pers Indonesia. Masa pedih bagi perjalanan pers. Karena laporan jurnalistik dibalas dengan aksi kekerasan. 

Kini, dua tahun usai perpisahan abadi kita dengan ulama pemimpin bernama lengkap KH. Abdurrahman Wahid itu, rasanya negeri ini merindukan sosok yang sederhana, apa adanya, cerdas dan pemberani. Gus Dur memiliki sikap itu. Kitapun rindu sosok macam beliau. Akhirnya, semoga kita tak pernah menyerah meski sosok guru bangsa itu kini telah jauh. Semoga negeri ini tak lantas menjadi negeri yang takut dan rapuh dihadapan pemodal yang kadang pongah dan tak mau tahu.
Kami merindukanmu Gus Dur. 


Huzer Apriansyah adalah alumni Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Tulisan ini sebelumnya di posting di  Kibas Ilalang saya repost atas seizin penulis. Sumber gambar ilustrasi diambil dari http://egrdivision2.wordpress.com

2 komentar:

  1. Terima kasih kunjungannya kawan..Monggo yang lain ditunggu komment n diskusinya

    ReplyDelete