Belajar Patriotisme dari Cerita Ramayana
Oleh : Subhan Agung
Kumbakarna merupakan salah satu tokoh
terpenting dalam cerita mashur Ramayana karya Rsi Walmiki dari India.
Tokoh ini dikisahkan sebagai tokoh yang unik. Ia hidup dalam lingkungan
kerajaan yang bergelimangan harta benda, namun ia sendiri tidak
merasakan semua kemewahan tersebut. Separuh
dari waktunya dihabiskan untuk menyepi (dalam cerita disimbolkan dengan
tidur panjang)–beberapa cerita hal ini merupakan anugerah Dewa, sehingga
ia mampu 6 bulan tidur, 6 bulan terjaga–. Tokoh ini juga merupakan
tokoh simbol kesaktian, kegagahan, kejujuran, dan keberanian. Ia hidup
dengan memegang prinsip kuat tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitar
kerajaan yang dipimpin pemimpin angkara murka, koruptif, ketidakadilan
dan kesewenang-wenangan rezim yang dipimpin oleh Kakaknya sendiri
Nalendra Prabu Rahwana.
Proses Kelahiran, Ciri Fisik dan Kepribadian
Kumbakarna nama lengkapnya adalah Arya Kumbakarna. Dalam tradisi
cerita wayang golek (Sunda) biasa disebut Raden Arya Kumbakarna atau
sering disebut Arya Lemburgangsa.
Kumbakarna merupakan putra kedua dari pasangan Rsi Wisrawa dan Dewi
Sukesi. Ia mempunyai kakak bernama Rahwana (di kemudian hari menjadi
Raja Alengka) dan adik perempuan bernama raksasi Sarpakenaka. Ketiga
kakak beradik denawa – raksasa ini adalah buah cinta terlarang
dari orang tua mereka. Wisrawa berasal dari Kerajaan Lokapala dan telah
menyerahkan tahta kerajaan kepada anaknya, Prabu Danaraja. Beliau
sendiri lebih memilih untuk menyepi dan mendalami ilmu religi sebagai
seorang rsi. Demi meluluskan keinginan anaknya untuk mempersunting Dewi
Sukesi, maka beliau pergi dan mengikuti sayembara untuk memperoleh istri
bagi anak kesayangannya tersebut. Wisrawa mampu memenangkan satembara,
namun ternyata Dewi Sukesi, Sang Putri tercantik dari Kerajaan Alengka
mempunyai syarat lain, yaitu calon suaminya haruslah seorang ahli sastra
yang dapat menjabarkan isi sitab sakti Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepadanya[1].
Wisrawa menyanggupi keinginan sukesi. Pada suatu saat ketika mereka
begitu seriusnya mempelajari kitab sakti, hingga mereka tidak sadar
telah membangkitkan supiyah – nafsu berahi dalam diri
mereka yang menutup kesadaran dan akhirnya mendorong mereka melakukan
sebuah aib besar. Nasi sudah menjadi bubur, Dewi Sukesi akhirnya
mengandung dan melahirkan segumpal darah bercampur dengan sebentuk
telinga dan kuku dari rahimnya. Segumpal darah itu menjadi raksasa
bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Telinga menjadi
raksasa setinggi gunung yang bernama Kumbakarna, ia melambangkan
penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang
bertindak semaunya bernama Sarpakenaka. Rsi Wisrawa dan Dewi Sukesi juga
mempunyai seorang putera lagi bernama Gunawan Wibisana. Anak terakhir
ini berwujud manusia sempurna dengan wajah yang tampan, karena terlahir
dari cinta sejati dan jauh dari hawa nafsu kedua orang tuanya[2].
Dalam cerita Ramayana dijelaskan bahwa nama Kumbakarna berasal dari dua kata, kumbha yang berarti kendi dan karna yang berarti telinga. Dalam bahasa Sanksekerta Kumbhakarna diartikan sebagai manusia yang bertelinga besar mirip kendi[3].
Kumbakarna memiliki kelebihan fisik sebagai raksasa setinggi gunung
dan paling besar. Bentuk dan tampilan muka sangat mengerikan.
Kesaktiannya tidak diagukan, bahkan digambarkan dapat menghancurkan
ribuan manusia dalam satu hentakan tangannya.
Kumbakarna dikisahkan Ramayana memiliki kepribadian baik, jujur,
pemberani bahkan sering menasihati dan mengkritik Rahwana, sang Raja
Alengka (kakak kandungnya sendiri) yang menjalankan pemerintahan negara
dengan sewenang-wenang. Anak-anak Kumbakarna (Kumba Aswani dan Aswani
Kumba) bahkan dipenjara oleh Rahwana karena sering mengkeritik dan
menjadi oposan, karena kesewenang-wenangannya. Kumba Aswani dan Aswani
Kumba pada akhirnya meninggal oleh Hanuman dalam pertarungan sengit yang
membuat Hanuman terluka parah.
Jiwa Pemberani dan Patriotik
Dalam cerita wayang golek[4]
Kumbakarna, Raksasa mahasakti dan ditakuti kawan- lawan, termasuk oleh
kakaknya sendiri, Rahwana. Ia dengan tanpa pamrih maju ke medan perang
melawan Batara Rama. Perang tersebut dilatarbelakangi oleh
kewenang-wenangan Raja Alengka Dasamuka yang menculik istri Batara Rama,
pewaris Tahta Ayodya. Peperangan pun terjadi yang banyak menewaskan wadia balad tamtama dari kedua belah pihak.
Dalam pertempuran pertama yang dahsyat para perwira tinggi Alengka
banyak yang gugur, termasuk Mahapatih Prahasta, paman Rahwana, adik
mereka Sarpakenaka juga gugur. Sedangkan Gunawan Wibiksana (Adik
terkecil mereka) membelot ke pasukan Batara Rama).
Dalam suatu kisah, ketika Rahwana kebingungan dan sedang berbincang
dengan senopati sekaligus telik sandi negara, Sayungsrana yang
dikejutkan oleh Raden Indrajit (putra Rahwana) yang berlari-lari
ketakutan. Usut punya usut ternyata Raden Indrajit dikejar-kejar oleh
pamannya Raden Arya Kumbakarna. Raden Indrajit kemudian disuruh ayahnya
bersembunyi. Kumbakarna yang sedang amarah bertanya kepada kakaknya
tentang keberadaan Indrajit. Dengan santai Rahwana mampu menenangkan
Kumbakarna yang dicabut bulu betisnya oleh Indrajit.
Sampai kemudian terjadi dialog antara kedua kakak beradik ini.
Terjadi konflik yang hampir membuat mereka berkelahi. Namun Rahwana
sadar dan mengalah. Akhirnya Rahwana membujuk Arya Kumbakarna mau
berperang membela negara, walaupun bukan atas dasar membela Rahwana.
Akhirnya Kumbakarna mau terjun ke medan jurit memimpin
penyerangan pasukan raksasa ke perkemahan Batara Rama dengan niat
membela negara dan bangsa Alengka yang diserang oleh pasukan Rama dan
dirusak oleh kakaknya sendiri. Dia berniat membela lemah cai, bukan membela kemurkaan kakaknya yang sewenang-wenang.
Kematian Sang Patriotik
Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara
pimpinan Prabu Sugriwa dan banyak melukai petinggi pilihan yang sakti
seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah
saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya,
Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama
memotong kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki,
Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara.
Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia
tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan
panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari
badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka[5].
Dalam versi lain semisal cerita Wayang Golek Asep Sunandar, dalam
lakon Kumbakarna Gugur, diceritakan Kumbakarna gugur oleh panah sakti
Laksmana, adik Batara Rama. Lewat proses kematian yang
mengerikan—tanggal satu persatu anggota tubuhnya—Kumbakarna semakin
berbahaya dan mengamuk dengan niat membela negara dan menghancurkan
kemurkaan kakaknya. Ia merasa semua penderitaan yang ia alami, bukan
oleh laksmana, ataupun Batara Rama namun oleh kesewenang-wenangan Raja
Dasamuka, kakaknya. Kumbakarna akhirnya gugur dengan memberikan bekas
hancurnya ribuan pasukan wanara dan luka parah para petingginya
seperti Sugriwa, Hanuman, dan Anggada. Diiringi isak tangis Gunawan
Wibiksana dan penghormatan Batara Rama atas jiwa patriotik tokoh ini.
Tokoh ini memberi pelajaran berharga, baik bagi lawan maupun kawan.
Pelajaran Berharga
Tokoh Kumbakarna memang tokoh ciptaan dalam sebuah cerita mashur,
Ramayana. Namun sifat yang dilambangkan dalam pribadi tokoh ini
merupakan mutiara yang perlu ditiru oleh kita, termasuk para politisi
kita saat ini. Pelajaran-pelajaran tersebut diantaranya : pertama,
kelebihan tidak menjadikannya sombong, pongah dan bermegah-megahan.
Kita tahu bahwa sebagai adik tertua dari Raja mashur dan disegani,
tentunya semua keinginan apapun akan terpenuhi. Namun tokoh ini justru
hidup sederhana dan tinggal menyepi di luar keraton.
Kedua, selalu mengkeritik dan menyerang raja, jikalau
menurutnya salah dan sewenang-wenang. Walaupun pejabat tersebut masih
kakak kandungnya sendiri. Bagi tokoh ini tidak ada tempat baginya untuk
melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ketiga, tidak
lari dari perjuangan ketika negara dalam bahaya. Keempat, tidak
terpengaruh oleh kesewenang-wenangan dan kondisi lingkungan yang
timpang. Tokoh ini rela di cap oposan oleh kakaknya sendiri. Bayangkan
jika para politisi kita saat ini bermental seperti Kumbakarna ini, maka
negara Indonesia akan makmur. Semoga saja.
[1] Indrayana, Rohmat, 2011, Arya Kumbakarna, Ksatria Agung dari Alengka, dalam http://matakita.net/post/arya-kumbakarna-ksatria-agung-dari-alengka.html, diakses tanggal 19 Februari 2012, pukul 07;30.
[2] Ibid, diakses tanggal 19 Februari 2012, pukul 07:22
[3] Kumbakarna, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kumbakarna, diakses tanggal 19 Februari 2012.
[4] Diadopsi dalam kisah wayang dengan Ki Dalang Golek Asep Sunandar Sunarya, lakon Kumbakarna Gugur.
Sumber Gambar :wisata.kompasiana.com, gambar Kumbakarna Laga di Bedugul Bali
Sumber Gambar :wisata.kompasiana.com, gambar Kumbakarna Laga di Bedugul Bali
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Kumbakarna, diakses 19 Februari 2012.
artikel yang bermanfaat buat mengenang sejarah yang ada di Indonesia, teruskan menulisnya kawan semoga bermanfaat untuk para pengunjung lainnya.
ReplyDeleteArya Kumbakarna memang sosok pemimpin yang fenomenal, kita menunggu sosok pemimpin yang seperti itu di Negara kita, tapi kapan ya sosok itu muncul. Masyarakat kita sudah muak karena tiap hari disuguhi pemberitaan tentang pejabat yang korup dan nggak jujur.
ReplyDelete@ Gus Nana, Syam2222, terima kasih sahabat atas kunjungan, komment dan supportnya.. Semoga kita dapat terus berbagi untuk sesama.. Amin..
ReplyDeleteWaahh.. cerita lama bersemi kembali neh... qiiqiqiqi..
ReplyDeleteIjin menyimak dulu gan...
Alhamdulillah.. belajar dari pemimpin itu emang berat, namun alangkah baiknya kembali kepada individu yaitu pemimpin bagi keluarga. amin :)
ReplyDelete